Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

POLEMIK IMPOR LNG: Benahi Tata Niaga Gas

Harga gas yang relatif tinggi di Tanah Air menjadi persoalan industri hingga saat ini.
pipa gas./ANTARA
pipa gas./ANTARA

POLEMIK IMPOR LNG: BenahiTata Niagas Gas

Bisnis.com, JAKARTA — Harga gas yang relatif tinggi di Tanah Air menjadi persoalan industri hingga saat ini.

Saya masih ingat betul ketika Sudirman Said masih menjadi Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral saat itu. Beliau mengeluarkan beleid untuk membasmi para trader gas yang tidak memiliki infrastruktur alias trader kertas. Mereka hanya mengandalkan alokasi dari pemerintah untuk diperjualbelikan kepada trader lain yang memiliki infrastruktur, seperti pipa gas.

Trader kertas ini menyebabkan rantai distribusi atau tata niaga gas menjadi panjang sehingga harga akhir di tingkat konsumen melambung.

Data Kementerian ESDM saat itu mencatat hanya ada sekitar 15-an trader dengan fasilitas dari sekitar 64 trader.

Namun, beleid Sudirman Said itu hanya bertahan 2 bulan karena langsung direvisi yang tetap membolehkan trader tidak berfasilitas tetap mendapatkan alokasi gas dari pemerintah.

Presiden Joko Widodo pun melihat ada persoalan harga gas di dalam negeri. Pemerintah akhirnya mengeluarkan Paket Kebijakan pada awal Oktober 2015 soal harga gas,yang akan diturunkan menjadi US$7 per MMBtu.

Penurunan harga gas itu dilakukan dengan cara negara berkorban dengan merelakan bagi hasil dari migas dipangkas US$2 per MMBtu. Kebijakan pemangkasan harga gas saat itu akan dilaksanakan mulai 1 Januari 2016.

Upaya pemerintah untuk memangkas harga gas dituangkan dalam Perpres No 40/2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi. Beleid tersebut memberikan rekomendasi pemotongan harga gas bagi tujuh sektor industry, yaitu industri baja, keramik, kaca, petrokimia, pupuk, oleochemical, dan industri sarung karet tangan.

Upaya-upaya pemerintah dengan menata trader gas, pengurangan bagi hasil negara, dan pengaturan harga gas dari hulu sampai hilir diharapkan mampu menciptakan harga gas yang kompetitif dan wajar bagi konsumen sehingga daya saing industri nasional naik.

Menurut data SKK Migas, harga gas di Jawa Timur sekitar US$8,01—US$8,05 per MMBtu, Jawa bagian barat di kisaran US$9,14—US$9,18 per MMBtu, sedangkan harga untuk wilayah Sumatra di atas US$10 per MMBtu. Sementara itu, harga gas di Korea Selatan dan China hanya sekitar US$4 hingga US$4,55 per MMBtu.

Namun, persoalan gas ini perlu dilihat secara komprehensif, yaitu bergantung pada lokasi, jenis industry, dan kontrak sehingga harga setiap lokasi tentu akan berbeda. Semakin jauh lokasinya, volume pembelian kecil, dan kontrak jangka pendek, harga gasnya semakin mahal.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Sepudin Zuhri
Editor : Sepudin Zuhri

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper