Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Investor Asing Masih Minati Bisnis Rokok

Investor asing terus berminat menggarap bisnis rokok yang dinilai masih menjanjikan.nn
Pekerja melinting rokok sigaret kretek di salah satu industri rokok di Tulungagung, Jawa Timur, Rabu (31/5)./Antara-Destyan Sujarwoko
Pekerja melinting rokok sigaret kretek di salah satu industri rokok di Tulungagung, Jawa Timur, Rabu (31/5)./Antara-Destyan Sujarwoko

Bisnis.com, JAKARTA—Investor asing terus berminat menggarap bisnis rokok yang dinilai masih menjanjikan.

Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia Muhaimin Moefti mengatakan investor asing telah lama masuk ke industri rokok dalam negeri. Beberapa aksi akuisisi yang telah terjadi di antaranya Philip Morris Internasional terhadap PT HM Sampoerna dan British American Tobacco terhadap PT Bentoel Internasional Investama Tbk.

Baru-baru ini, Japan Tobacco Inc. mengumumkan rencana akuisisi produsen rokok lokal PT Karyadibya Mahardika dan distributornya PT Surya Mustika Nusantara senilai US$677 juta.

"Dengan jumlah penduduk sekitar 250 juta jiwa dan produksi rokok mencapai 340 miliar batang per tahun, serta ekonomi yang terus tumbuh, Indonesia menjadi pasar yang menarik bagi industri rokok," ujarnya kepada Bisnis.com, Rabu (6/9/2017).

Menurut Muhaimin, masuknya investor asing tidak hanya membawa modal, tetapi juga teknologi dan keahlian. Dia menyatakan dengan masuknya investor tersebut, persaingan di industri rokok semakin ramai. Pabrikan lokal pun dituntut untuk dapat bersaing dan berkembang.

"Masuknya investor asing juga tak serta merta menutup lapangan kerja bagi buruh lokal karena mereka masih bisa menggunakan tenaga lokal, tergantung kebijakan internal," ujarnya.

Adapun, saat ini industri rokok nasional masih melanjutkan tren penurunan yang terjadi sejak 3 tahun lalu. Pada semester I/2017, volume produksi pabrikan rokok domestik terkoreksi hampir 6% secara tahunan.

Penurunan tersebut, lanjut Muhaimin, didorong oleh kenaikan cukai dalam 3 tahun berturut-turut dan ekonomi yang belum mendukung peningkatan konsumsi masyarakat. "Akhir tahun, mudah-mudahan enggak turun lebih dalam," ujarnya.

Produksi industri tembakau sendiri diperkirakan kembali turun menjadi 321,9 miliar batang rokok dari 342 miliar batang pada 2016.

Selain menghadapi tantangan kenaikan cukai dan belum kuatnya daya beli masyarakat, industri rokok juga terkendala masalah bahan baku tembakau. Dari kebutuhan sebesar 300.000 ton, petani dalam negeri hanya mampu memenuhi 200.000 ton.

Untuk menutupi kekurangan tersebut, para produsen rokok harus mengimpor tembakau dari negara lain.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper