Bisnis.com, JAKARTA - Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) meminta adanya syarat sertifikat laik fungsi (SLF) untuk perumahan subsidi harus sesuai dengan koridor kewajiban pengembang.
Ketua Umum DPP REI Soelaeman Soemawinata mengatakan pihaknya tidak menyangkal banyak pengembang yang mengeluhkan dengan penerbitan SLF untuk rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Sebab, dinilai tidak selaras dengan tujuan awal PP No.64/2016 tentang percepatan pembangunan perumahan MBR.
Eman, sapaan akrab Soelaeman, menuturkan pengembang merasa adanya syarat baru tersebut justru membuka celah baru memperlama izin dalam membangun.
"Kami akan tetap mendukung, asal tetap dalam koridor internal pengembang, seperti kualitas bangunan dan tes air.
Namun, jika sudah pada persoalan pasokan air bersih, listrik, dan infrastruktur dasar lainnya sebaiknya tetap dibedakan. Sebab, pengembang tidak bertanggungjawab menyediakannya. Justru pengembang yang wajib menuntut hal itu," katanya, Minggu (3/9/2017).
Apalagi, lanjut Eman, SLF akan menjadi syarat dilakukan akad kredit. Saat ini tanpa SLF saja banyak konsumen perumahan subsidi yang masih mengantri panggilan dari perbankan untuk memiliki rumah.
Sementara itu, hingga Juli lalu REI mencatatkan capaian pembangunan rumah subsidi untuk masyarakat berpenghasilan rendah atau MBR sebanyak 94.000 unit dari target 210.000 unit.
Capaian tersebut belum termasuk 14.000 unit rumah susun sederhana sewa atau rusunawa yang dibangun DPD REI Jakarta.
REI masih optimis hingga akhir tahun dapat tercapai sesuai target yang dicanangkan. Pasalnya, pengembang di tiap daerah terus mengebut pembangunan hunian subsidinya.
"Saya sudah mengunjungi secara langsung 11 DPD termasuk di Vila Kencana Cikarang. Hal itu untuk mendengar langsung kendala yang dihadapi para pengembang," katanya.
Eman memastikan REI masih berupaya menjadi garda terdepan dalam membangun rumah rakyat. Namun, pihaknya menyadari sebagai garda depan harus tetap disokong oleh tim-tim hebat dibelakangnya.
Pasalnya, jika hanya berjalan sendiri pasukan depan hanya akan mati ditembaki serangan-serangan yang datang. Serangan tersebut antara lain KPR lambat, suku bunga kredit konstruksi yang tinggi, perizinan mahal, dan lainnya.
"Jadi kalau kita para pengembang ini tumbang siapa yang akan melanjutkan pembangunan ini? Maka dari itu saya akan terus pantau dan melakukan maping persoalan apa saja yang menjadi prioritas harus diselesaikan," ujarnya.