Bisnis.com, JAKARTA—Industri makanan dan minuman belum merasakan peningkatan permintaan pada kuartal III tahun ini.
Adhi S. Lukman, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI), mengatakan sejak Juli 2017 atau saat indeks manufaktur turun dari 49,5 ke level 48,6 secara bulanan, hingga kini industri makanan dan minuman belum merasakan peningkatan permintaan yang mendorong peningkatan produksi.
"Dampak penurunan masih dirasakan pada Agustus hingga September," ujarnya kepada Bisnis.com, Senin (4/9/2017).
Merujuk pada data Badan Pusat Statistik (BPS), industri makanan dan minuman pada kuartal II/2017 tumbuh 7,19%. Capaian tersebut lebih rendah dari pertumbuhan pada kuartal I/2017 yang sebesar 8,15%. Sepanjang 2016, industri tersebut tumbuh 8,5%.
Belum optimalnya pertumbuhan industri makanan dan minuman tersebut tak lepas dari kondisi daya beli masyarakat yang terpantau masih rendah. Menurut Adhi, peningkatan permintaan diproyeksikan meningkat dalam 2 bulan hingga 3 bulan mendatang.
Dengan belum meningkatnya permintaan makanan dan minuman menjelang kuartal III/2017, asosiasi memperkirakan pertumbuhan hingga akhir tahun berada di level yang lebih rendah dari target semula.
"Kami belum merevisi, tetapi perkiraan lebih rendah," kata Adhi.
Sementara itu, Indeks manufaktur Agustus 2017 pada Nikkei Indonesia Manufacturing PMI mencapai rentang ekspansi 50,7 atau naik dari angka bulan sebelumnya sebesar 48,6.
Ekonom IHS Markit Pollyanna De Lima menyatakan perbaikan kinerja manufaktur didorong oleh penguatan permintaan. "Penguatan permintaan itu berasal dari klien domestik maupun luar negeri. Kenaikan permintaan itu mendorong pelaku pelaku manufaktur meningkatkan produksi," ujarnya.