Bisnis.com, JAKARTA — Wakil Presiden Jusuf Kalla kembali menegaskan posisi pemerintah untuk memperbesar saham pemerintah dalam kepemilikan di PT Freeport Indonesia (PTFI).
Hal tersebut dia singgung saat memberikan kuliah umum bagi Peserta Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) Ke-56 dan Peserta Pendidikan Sementara Angkatan (PPSA) Ke-21 Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas).
Seperti diketahui, Indonesia masih berunding perihal empat poin krusial dengan PTFI sampai batas waktu Oktober nanti. Salah satu poin tersebut adalah persyaratan divestasi.
"Freeport dalam proses perundingan, yang dimana kata menguasai tidak berarti memiliki, tapi ada unsur memiliki dengan memperbesar saham pemerintah di lembaga itu," katanya, di Istana Wakil Presiden, Senin (28/8/2017).
Kendati demikian, Wapres mengatakan kemampuan Freeport atau perusahaan asing lain untuk mendukung operasional masih dibutuhkan, utamanya di bidang kemampuan dan teknologi.
"Berarti sudah menguasai dan memiliki tapi kita juga butuh skill, modal, pasar sehingga perlu kerja sama dengan perusahaan-perusahaan yang lebih kuat dari pada perusahaan Indonesia," jelasnya.
Baca Juga
Berdasarkan hal tersebut, Wapres menilai pengalaman Indonesia dalam mengelola tambang masih kurang efisien sehingga kerja sama tersebut diperlukan.
"Pemerintah tidak bisa semua menyiapkan itu, banyak pengalaman kita mengelola tambang kadang-kadang tidak efisien, jadi tergantung juga kontraknya. Karena itu kontarknya selalu 20 tahun, 20 tahun diperpanjang lagi, apabila tidak memenuhi syarat maka dihentikan," jelasnya.
Adapun, persoalan Freeport tersebut merupakan contoh yang dipakai Wapres saat menjelaskan perihal implementasi pengelolaan sumber daya alam Indonesia pada Pasal 33 UUD 1945.
Menurutnya, arti kata pemerintah menguasai sumber daya alam dalam pasal tersebut memiliki arti pemerintah mengatur hal tersebut dalam instrumen hukum, seperti UU. Sebagai contoh, tambang nikel dan batubara memerlukan izin dari pemerintah pusat atau daerah.