Bisnis.com, JAKARTA – Perusahaan pengembang di Surabaya membutuhkan dukungan regulasi pemerintah untuk dapat memasarkan produk gedung perkantoran. Dalam tiga tahun terakhir, okupnsi perkantoran di Surabaya tergolong rendah.
Merujuk pada data terbaru yang dipublikasikan Colliers International, okupansi ruang perkantoran yang sempat lesu selama 2015—2016 memukul para pengembang yang mulai membangun saat investasi menggeliat di tahun 2013—2014.
Pada tahun ini, angka okupansi belum bergerak signifikan dari tahun lalu. Senior Associate Director Research Colliers International Ferry Salanto mengungkapkan pemerintah daerah belum tegas dalam mendorong perusahaan masuk ke gedung-gedung perkantoran sehingga kantor di rumah dan ruko masih menjamur.
“Ada isu utama di Surabaya, yaitu belum ada penegasan bahwa perusahaan harus berkantor di perkantoran, sehingga masih banyak yang kantornya di rumah atau ruko. Sebenarnya aturannya sudah ada, tapi belum tegas diimplementasikan,” jelas Ferry di Surabya, Senin (21/8/2018).
Berdasarkan catatan Colliers, pada 2018 jumlah pasokan ruang perkantoran mencapai 132.847 meter persegi, melonjak lebih dari tiga kali lipat dari pasokan pada tahun ini yang sebesar 38.745 meter persegi. Tahun ini, hanya dua pengembang yang menyelesaikan proyek gedung perkantoran, sedangkan pada tahun depan, empat pengembang siap memasok produknya ke pasar.
Menurutnya, untuk tata ruang yang lebih baik, pemerintah daerah Jawa Timur dan Surabaya perlu memberikan dorongan bagi perusahaan-perusahaan untuk masuk ke gedung-gedung perkantoran. Selain tata ruang yang lebih baik, tingkat keamanan gedung perkantoran pun lebih terjaga.
Baca Juga
Selama ini, gedung-gedung perkantoran di Surabaya dinilai masih bergantung pada perusahaan-perusahaan yang berekspansi dari Jakarta yang membuka cabang. Padahal, perusahaan lokal di Surabaya yang berskala menengah-besar sudah cukup banyak.