Bisnis.com, JAKARTA - Kendati dipatok moderat, pemerintah mesti memitigasi risiko deviasi karena bisa mengubah perubahan dalam asumsi ekonomi makro yang ditetapkan di Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2018.
Pasalnya deviasi tersebut nanti akan memengaruhi perbedaan antara target dan realisasi pendapatan negara, belanja negara, defisit dan pembiayaan anggaran.
"Apabila defisit lebih tinggi dari target defisit yang ditetapkan, maka risiko tersebut yang harus diantisipasi pemenuhan sumber pembiayannya," tulis pemerintah dalam Nota Keuangan RAPBN 2018 yang dikutip Rabu (16/8/2017).
Untuk mengantisipasi hal tersebut, pemerintah perlu mengalokasikan dana cadangan yang dinilai akan sangat membantu karena bisa berfungsi sebagai bantalan untuk mengurangi defisit anggaran.
Adapun merintah mematok asumsi pertumbuhan tahun depan sebesar 5,4% atau naik dari asumsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Perubahan 2017 yang hanya 5,2%. Asumsi laju PDB tersebut ditopang oleh postur APBN yang disetel moderat dengan defisit 2,19% atau turun dari APBNP 2017 2,93%.
Dalam dokumen Nota Keuangan yang diterima Bisnis, target tersebut cukup ambisius karena pendapatan perpajakan ditargetkan senilai Rp1.609,3 triliun atau melesat sekitar Rp136,6 triliun dari target APBNP senilai Rp'1.472,7 triliun. Pemerintah cukup optimis target tersebut terealisasi dengan sejumlah kebijakan perpajakan yang bakal ditempuh pada 2018,
Adapun optimalisasi penerimaan pajak yang akan dilakukan salah satunya dengan memanfaatkan data pengampunan pajak. Data deklarasi harta yang sudah masuk sekitar Rp4.880 an triliun, akan disisir oleh pemerintah untuk kemudian menjadi sasaran law enforcement.
Peningkatan target penerimaan ditopang dengan rencana implementasi automatic exchange of information atau AEoI yang memungkinkan Direktorat Jenderal Pajak atau DJP untuk memperoleh data wajib pajak dari yurisdiksi negara lain.