Bisnis.com, JAKARTA – Penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) Non-migas Badan diprediksi lebih rendah dibandingkan APBNP 2017. Penurunan tersebut disebabkan belum optimalnya aktivitas bisnis industri dan badan usaha akibat dampak belum optimalnya harga komiditas.
Berdasarkan Nota Keuangan RAPBN 2018, kontribusi PPh Non-migas Badan terkoreksi sebanyak 0,5% atau dari 48,9% menjadi 48,4% dari total keseluruhan target penerimaan PPh Non-Migas.
Kondisi itu berbanding terbalik dengan target PPh Non – Migas Orang Pribadi. Kontribusi penerimaan jenis PPh tersebut sebanyak 51,6% atau terkerek naik sebanyak 0,5% dibandingkan APBNP 2017. Struktur penerimaan Target tersebut dipengaruhi peningkatan jumlah wajib pajak sebagai dampak implementasi pengampunan pajak atau tax amnesty.
Namun demikian, secara keseluruhan, prospek penerimaan pajak PPh Non Migas mengalami kenaikan. Pemerintah telah menargetkan penerimaan PPh Migas maupun PPh Non-Migas naik 8,8% atau menjadi Rp852,9 triliun dibanding APBN Perubahan 2017.
Adapun penerimaan perpajakan di RAPBN 2018 dipatok di angka Rp1.609,3 triliun atau lebih tinggi dibandingkan APBNP 2017 senilai Rp'1.472,7 triliun. Penerimaan perpajakan tersebut salah satunya ditopang oleh ppenerimaan Pajak Penghasilan (PPh) senilai Rp852,9 triliun, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) senilai Rp535,3 triliun.
Jika mengutip Nota Keuangan 2018, peningkatan target penerimaan tersebut didukung oleh perbaikan kondisi ekonomi dan yang lebih baik dibanding tahun 2017. Di samping itu, peningkatan tersebut juga dipengaruhi upaya untuk mengoptimalkan basis data yang diperoleh dari pengampunan pajak.
Adapun kebijakan secara umum yang bakal ditempuh pemerintah untuk mengamankan penerimaan pajak diantaranya; Pertama optimalisasi penggalian potensi dan pemungutan perpajakan melalui pendayagunaan data serta sistem informasi perpajakan yang up to date dan terintegrasi.
Kedua, meningkatkan tingkat kepatuhan wajib pajak dan membangun kesadaran pajak untuk menciptakan ketaatan membayar pajak. Ketiga, memberikan insentif perpajakan secara selektif untuk mendukung daya saing industri nasional dan tetap mendorong hilirisasi industri. Keempat, memengaruhi konsumsi masyarakat terutama terkait dengan Barang Kena Cukai (BKC) untuk mengurangi eksternalitas negatif.
Kelima, mengoptimalkan perjanjian pajak internasional dan mengefektifkan implementasi automatic exchange of information (AEoI). Sedangkan yang terakhir, pemerintah akan melakukan redistribusi pendapatan terkait upaya menurunkan inequality.
Di samping kelima langah tersebut, pemerintah juga mengupayakan untuk melakukan revisi undang-undang (RUU) Perpajakan meliputi Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Pajak Penghasilan, serta Pajak Pertambahan Nilai.