JAKARTA — Pemerintah memproyeksikan pendapatan negara dalam RAPBN 2018 sebesar Rp1.878,44 triliun, tumbuh 8,20% dibandingkan dengan proyeksi pada 2017 sebesar Rp1.736,06 triliun.Hari ini, Rabu (16/8), Presiden Joko Widodo dijadwalkan menyampaikan pidato tentang RAPBN 2018 dan Nota Keuangan di tengah sejumlah tantangan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, penerimaan pajak hingga menjaga defisit anggaran.
Berdasarkan data yang diperoleh Bisnis, belanja negara pada RAPBN 2018 diproyeksikan Rp2.204,38 triliun atau tumbuh 5,02% dibandingkan dengan proyeksi belanja pada
2017 sebesar Rp2.098,94 triliun. Melalui komposisi penerimaan dan belanja itu, pemerintah mematok defisit anggaran 2,19% atau lebih rendah ketimbang proyeksi tahun ini 2,67%. Pendapatan negara, terutama ditopang oleh penerimaan perpajakan yang mencapai Rp1.609,38 triliun, naik 9,28% dari proyeksi 2017 sebesar Rp1.472,70 triliun. Artinya,
RAPBN 2018 memang disetel lebih optimistis dibandingkan dengan tahun ini. (Lihat infografis)
Keyakinan perbaikan prospek ekonomi pada tahun depan tersebut didorong oleh optimisme terhadap pemulihan ekonomi global, harga komoditas yang merangkak naik, hingga perbaikan ekonomi domestik. Wakil Presiden Jusuf Kalla sendiri menegaskan fokus RAPBN 2018 adalah menstimulasi pertumbuhan ekonomi secara merata, salah satunya
dukungan dalam kemudahan berusaha.
Selain itu, Wapres mengatakan sesuai rencana 5 tahunan, anggaran juga fokus dalam peningkatan sumber daya manusia, pendidikan, kesehatan, dan akses infrastruktur.
“Perbaikan anggaran dalam pos penerimaan RAPBN 2018 akan ditopang dari perbaikan rasio pajak,” katanya, Selasa (15/8).
Associate Director Sinar mas Sekuritas Jeffro senberg Tan me wantiwanti pasar bakal me nyoroti RAPBN 2018 dari sisi target penerimaan pajak yang lebih realistis. Racikan APBN yang kredibel, katanya, diharapkan menjadi sentimen positif investor pasar modal. “Sebenarnya aturan batas defisit belanja kita terlalu kaku dan sudah tidak mencerminkan keadaan ekonomi kita.
Akan tetapi, perubahan batas defisit perlu persetujuan DPR dan itu berpotensi menimbulkan political cost untuk Jokowi,” jelasnya. Jeffrosenberg berharap pada tahun depan kebijakan fiskal pemerintah dapat lebih agresif, misalnya mempercepat kucuran belanja modal serta memantau penyaluran dana transfer daerah dan dana desa. Adapun, otoritas pasar modal meminta pemerintah bisa mengerek pertumbuhan ekonomi pada level 6% pada tahun depan.
Dirut Bursa Efek Indonesia Tito Sulistio mengatakan pertumbuhan ekonomi pada kisaran 5,5%, inflasi 3% dan suku bunga acuan BI di level 4,5% cukup bagus, dengan catatan cadangan devisa harus tetap terjaga. Dia berharap pada tahun depan, pemerintah dan BI mampu menjaga nilai tukar rupiah terhadap dolar AS tetap stabil agar dapat menciptakan momentum bagi penguatan pasar modal.
Sepanjang tahun berjalan, IHSG tumbuh 10,16% menuju level 5.835 pada penutupan perdagangan Selasa (15/8).
DEFISIT TERJAGA
Sementara itu, Theodore Permadi Rachmat, pendiri Triputra Grup, menilai fundamental perekonomian nasional sangat baik, seperti tercermin dari defisit APBN yang terjaga dan
kinerja ekspor yang mem baik. Pada jangka pendek, menu rutnya, otoritas fiskal dan mo neter dapat mendorong penurunan suku bunga dan menggenjot penyaluran kre dit
agar ekonomi semakin bergairah.
“Dalam jangka panjang, kemudahan berusaha harus terus diperbaiki. Selama politik stabil, masa depan ekonomi Indonesia juga cerah,” jelasnya kepada Bisnis.
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia Hariyadi Sukamdani menilai pemerintah perlu merelaksasi aturan untuk memberikan ruang kepada pasar. Pengetatan sejumlah aturan dalam beberapa waktu terakhir membuat pasar menjadi tertekan.
Ketua Umum Ga bung an Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia Adhi S. Lukman menilai pemangkasan anggaran beberapa kementerian dan lembaga dalam RAPBN 2018 tidak kondusif bagi pereko nomian. Pasalnya, APBN ber fung si sebagai penggerak ekonomi. Dia menjelaskan pemerintah dapat berkaca pada fase awal Pemerintahan Presiden Jokowi, di mana saat itu penyerapan APBN berlangsung lambat se hingga berdampak kepada per ekonomian. Namun, setelah dipercepat, pergerakan perekonomian juga mengikuti.