Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Industri Pulp dan Kertas Terus Diganggu Kampanye Negatif

Industri bubur kertas (pulp) dan kertas di Indonesia terus direcoki dengan berbagai kampanye negatif. Padahal, saat ini adalah momen untuk meningkatkan kinerja karena terjadi permintaan kertas di pasar global saat perekenomian justru masih lesu.
Perusahaan pulp/Istimewa
Perusahaan pulp/Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA--Industri bubur kertas (pulp) dan kertas di Indonesia terus direcoki dengan berbagai kampanye negatif. Padahal, saat ini adalah momen untuk meningkatkan kinerja karena terjadi permintaan kertas di pasar global saat perekenomian justru masih lesu.

Pengamat industri bubur kertas dan kertas Rusli Tan mengungkapkan, ada tren bagus berupa peningkatan ekspor kertas ke pasar global. Ini seiring naiknya biaya konversi dari bubur kertas ke kertas yang mencapai 250 dolar AS per ton. Situasi ini menguntungkan Indonesia yang memiliki sejumlah industri bubur kertas dan kertas yang terintegrasi.

Sayangnya, lanjut dia, banyak pihak yang masih merecoki dengan kampanye negatif. “Saat perekonomian sedang lesu dan ada peluang untuk memberikan sumbangan devisa yang besar, seharusnya Merah Putih dikedepankan,” katanya dikutip Antara (14/7/2017).

Dia melanjutkan, bukan tak mudah mengelola industri terintegrasi mulai dari pengelolaan hutan tanaman industri (HTI) hingga pabrik bubur kertas dan kertas. Tak heran jika perusahaan yang dikelola pemerintah pun tak bisa bertahan. Dengan kesulitan tersebut, lanjut Rusli, sudah selayaknya jika industri yang ada saat ini diberi kesempatan berkembang.

Rusli mengingatkan, jika industri bubur kertas dan kertas di tanah air sampai tutup, maka yang rugi adalah masyarakat yang kehilangan lapangan kerja dan Negara yang kehilangan devisa. “Kalau terus direcoki, investor industri kertas bisa memindahkan pabrik ke Vietnam, Myanmar, China, atau negara lain. Mereka tidak rugi. Ini sudah terjadi pada industri tekstil dan sepatu,” katanya.

Apalagi, tambah Rusli, pengelolaan HTI, termasuk yang berada di lahan gambut sebagai sumber bahan baku industri bubur kertas dan kertas kini semakin membaik. Terbukti, dengan bebasnya areal pengelolaan HTI dari kejadian kebakaran besar pada tahun 2016 hingga saat ini. “Pengelola HTI sudah berinvestasi besar untuk mencegah kebakaran lahan. Ini harus diapresiasi,” kata dia.

Sementara itu  pakar ilmu tanah dan sumber daya lahan Institut Pertanian Bogor (IPB) Dr Basuki Sumawinata menegaskan perusahaan HTI sejatinya mengelola  lahan gambutnya dengan baik. Saat ini pengelolaannya semain baik terlihat dari minimnya kasus kebakaran yang terjadi.

Salah satu penyebabnya adalah penguatan aspek sosial dalam pengelolaan lahan misalnya dengan pengembangan kerja sama dengan masyarakat tempatan terkait pencegahan kebakaran lahan. Hal ini terbukti efektif bisa menekan kebakaran hutan dan lahan gambut. “Kebakaran terjadi karena api merembet dari luar konsesi. Tidak ada perusahaan yang mau membakar konsesinya. Tidak masuk akal,” katanya.

Basuki menyayangkan, kampanye negatif dari kalangan LSM terus terjadi meski pengelolaan gambut semakin membaik. Dia mengingatkan, jika perusahaan akhirnya tutup akibat terus menerus diserang dengan kampanye negatif maka yang merugi adalah masyarakat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Newswire
Sumber : Antara
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper