Bisnis.com, SEMARANG – PT Indonesia Power menganggarkan belanja modal atau capital expenditure (capex) pada 2017 sebesar Rp3-Rp4 triliun.
Direktur Keuangan Indonesia Power (IP) Hudiono mengatakan dana ini digunakan untuk meningkatkan kualitas pembangkit eksisting, modifikasi peralatan hingga pembangunan pembangkit baru.
Dia mengatakan saat ini sebagai anak usaha PT PLN yang berfungsi sebagai operator dan pemelihara pembangkit maka capex IP sepenuhnya berasal induk.
“Kami tugasnya hanya menjaga operasi, uangnya semuanya dari PLN,” kata Hudiono di sela peresmian Fire & Safety Academy di Semarang, Selasa (8/8).
Dia mengatakan saat ini pihaknya diperintahkan induk usaha untuk melakukan sekuritisasi aset dari salah satu pembangkit yang dikelola IP yakni PLTU Suralaya. Hudiono mengatakan saat ini para konsultan telah mulai bekerja dan menyiapkan proses sekuritisasi ini.
“Konsultan sudah disiapkan, kami masih menunggu kepastian seperti perpanjakan dan lainnya. Besaran angka pastinya belum diputus. Kami menunggu PLN,” katanya.
Baca Juga
Hudiono mengatakan model ini merupakan pengembangan model pembiayaan dalam perusahaan. Dia mengatakan kebutuhan investasi untuk membangun pembangkit dan melakukan distribusi listrik bukan investasi yang murah. Apalagi pemerintah menargetkan dapat membangun pembangkit baru hingga 35.000 megawatt.
Direktur Keuangan PLN Sarwono Sudarto dalam kesempatan terpisah mengatakan sekuritasi berasal dari kapitalisasi yaitu piutang penjualan listrik yang dihasilkan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Suralaya. PLTU ini memiliki kapasitas 3.400 megawatt (MW) dan berkontribusi sekitar 12% pada sistem kelistrikan Jawa-Bali.
Dalam 1 tahun, penerimaan transaksi listrik PLTU Suralaya sebesar Rp12 triliun yang terbagi atas beberapa komponen, yaitu pengembalian investasi, pemeliharaan, bahan bakar; dan pelumas kimia, dan air. Menurutnya, sekuritisasi PLTU itu bertujuan untuk mencari pendanaan dalam pembangunan infrastruktur kelistrikan yang mencapai Rp1.000 triliun. pembiayaan alternatif ini juga disebebkan PLN terkendala Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) perbankan dan sumber-sumber pendanaan nasional.
Saat ini, PLN sudah memperoleh pendanaan melalui beberapa model, seperti obligasi, pinjaman bank, penerusan pinjaman atau Subsidiary Loan Agreement(SLA), pinjaman dengan export credit agency (ECA), dan listrik swasta.