Bisnis.com, MALANG—Asosiasi Masyarakat Tembakau Indonesia atau AMTI mengingatkan pemerintah bahwa terbitnya regulasi terkait industri hasil tembakau berdampak pada peredaran rokok ilegal.
Dikatakan AMTI semakin ketat regulasi maka semakin tinggi pula peredaran rokok ilegal, begitu pula sebaliknya.
Ketua Umum AMTI Budidoyo mengatakan pengalaman di negara lain membuktikan sinyalemen tersebut.
Di Australia, dengan sangat ketatnya regulasi di bidang IHT maka peredaran rokok ilegal di sana diperkirakan mencapai 40%.
“Di Indonesia, dengan tren semakin ketatnya regulasi di bidang IHT, juga menujukkan peningkatan rokok ilegal,” ujarnya dihubungi dari Malang, Minggu (6/8/2017).
Studi Universitas Gajah Mada menunjukkan pada 2014 peredaran rokok ilegal mencapai 11% dari total produksi tahun tersebut. Ini suatu jumlah yang tidak sedikit.
Baca Juga
Pada 2017, Budidoyo memperkirakan, trennya akan semakin meningkat karena ada tren semakin ketatnya regulasi di bidang IHT.
Indikator sederhananya, penerimaan cukai agak seret. Dari target penerimaan cukai sebesar Rp189,14 triliun, penerimaannya baru mencapai 41,61% pada Juli 2017.
Regulasi yang paling berat, terutama pada aspek tarif cukai yang terus menaik. Kenaikannya di kisaran 9% lebih pada 2016, jauh melebihi angka inflasi.
Regulasi lainnya, tren daerah berbondong-bondong membuat Kawasan Tanpa Rokok (KTR) sehingga bisa berdampak mengurangi jumlah peredaran rokok.
Dengan tingginya tarif cukai, kemampuan masyarakat membeli rokok legal otomatis berkurang karena harganya naik.
Pangsa pasar yang hilang itu kemudian diambil perusahaan rokok dengan memproduksi rokok ilegal sehingga merugikan perusahaan rokok legal dan negara.
Perusahaan rokok legal terancam dengan keberadaan rokok ilegal yang beredar luas karena menggerogoti pangsa pasar mereka, sedangkan negara dirugikan karena penerimaan cukai tidak masuk.
KTR, dia akui, memang tidak terkait langsung dengan peredaran rokok ilegal, namun berdampak pada penurunan penjualan rokok sehingga bisa mengancam penerimaan negara dari cukai.
Direktur Pakta Konsumen Hananto Wibisono mengatakan dari 258 Perda KTR kota/kabupaten se Indonesia, 60% bersifat eksesif. Artinya perda tersebut tidak bisa dilaksanakan di lapangan karena pasal-pasalnya terlalu memberatkan bagi masyarakat.
Karena itulah, jika Pemkot Malang menginginkan membuat Perda KTR maka hendaknya tinjauannya holistik. Bisa mewadahi berbagai kepentingan masyarakat. Semua stake holder harus dilibatkan.
Kepala Bidang Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Dinas Kesehatan Kota Malang Husnul Muarif menegaskan Perda KTR –jika nantinya disahkan- tidak dimaksudkan melarang atau membatasi orang merokok.
Tujuan dari Perda tersebut a.l melindungi semua kepentingan masyarakat, seperti menjaga agar udara lebih sehat, terutama di rumah-rumah.