Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Regulasi CFC: Pemerintah Perlu Pertimbangkan Soal Kompetisi Usaha

Beleid baru soal Controlled Foreign Company atau CFC melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 107/PMK.03/2017 dianggap mempertegas ketentuan penetapan dividen kena pajak (deemed dividend) bagi Wajib Pajak dalam negeri pemilik saham pengendali perusahaan asing non-listed.
Ilustrasi: Penghindaran pajak/oecd.org
Ilustrasi: Penghindaran pajak/oecd.org

Bisnis.com, JAKARTABeleid baru soal Controlled Foreign Company atau CFC melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 107/PMK.03/2017 dianggap mempertegas ketentuan penetapan dividen kena pajak (deemed dividend) bagi Wajib Pajak dalam negeri pemilik saham pengendali perusahaan asing non-listed. 

 

Namun di satu sisi, aturan ini dikhawatirkan bakal membuat pengusaha asal Indoesia tidak bisa kompetitif di luar negeri. Apalagi, untuk masuk pasar luar negeri bukan pekerjaan mudah dan hanya beberapa perusahaan yang bisa survive di kancah internasional.

 

“CFC ini kan tujuannya supaya tidak ada wajib pajak yang menimbun harta di luar, cuma harus diperhatikan jangan sampai  menahan perusahaan asal Indonesia berkompesi di luar negeri,” kata Ben Koesmoeljana Ernst & Young Transaction Tax Services Partner di Jakarta, Kamis (3/8/2017).

 

Ben menambahkan setiap regulasi perlu dilihat dalam berbagai sisi,termasuk soal regulasi mengenai CFC tersebut. Apalagi, terkadang CFC ujung-ujungnya akan kembali ke Indonesia, misalnya dari Indonesia ke Singapura, kemudian dari Singapura kembali ke Indonesia.

 

Kendati demikian, dia mengakui bahwa prinsip dari penerbiran PMK itu cukup bagus untuk mengejar harta wajib pajak yang ditimbun di luar negeri supaya balik ke dalam negeri.  Hanya saja jangan sampai kebijakan tersebut menghambat kompetisi perusahaan asal Indonesia di luar negeri.

 

‘Masak mereka masuk ke Indonesia bisa lebih kompetitif, perusahaan kita ke sana tidak kompetitif,” terangnya.

 

Adapun penegasan mengenai CFC ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.107/PMK.03/2017 tentang Penetapan Saat Diperolehnya Dividen oleh Wajib Pajak  Dalam Negeri atas Penyertaan Modal pada Badan Usaha di Luar Negeri (BULN) selain Badan Usaha yang Menjual Sahamnya di Bursa Efek. 

 

 

PMK yang terbit dan mulai berlaku pada 27 Juli 2017 ini secara otomatis menggantikan PMK No.256 Tahun 2008 tentang Penetapan Saat Diperolehnya Dividen oleh Wajib Paja Dalam Negeri atas Penyertaan Modal pada Badan Usaha di Luar Negeri (BULN) selain Badan Usaha yang Menjual Sahamnya di Bursa Efek. 

 

Ada beberapa hal yang secara substansi diubah dengan keluarnya beleid baru ini misalnya basis perhitungan pajak atas dividen BULN non-bursa diperluas. Apabila beleid sebelumnya hanya menyasar Wajib Pajak pengendali langsung BULN non-bursa, maka di PMK No.107/PMK.03/2017 menyasar pula Wajib Pajak dalam negeri pengendali tidak langsung. 

 
 
Wahyu Nuryanto, Direktur Eksekutif MUC Tax Research menilai Pemerintah Indonesia terkesan lebih agresif dalam memagari celah-celah penghindaran pajak melalui implementasi CFC rules ini. Sebab, mulai saat ini penetapan deemed dividend dapat dilakukan jika ada kepemilikan saham kolektif 50% atau lebih, baik langsung maupun tidak langsung, dari total saham BULN non-listed yang disetor. 
 
 
“Kebijakan tidak langsung ini juga tidak dibatasi sampai berapa layer, selama setiap tingkat penyertaan modal (layer kepemilikan saham) 50% atau lebih,” jelasnya. 
 
 
Namun demikian yang menjadi pertanyaan adalah implementasinya, sehingga hal itu menjadi tantangan bagi DJP untuk bisa mendeteksi kepemilikan tidak langsung BULN non-listed oleh wajib pajak dalam negeri. 
 
 
“Bagaimana cara untuk menangkap WP yang tidak patuh atau tidak tahu aplikasi dari CFC rules ini. Sosialisasi diperlukan,” katanya. 
 
 
Intinya, kata dia, DJP harus punya data penyertaan modal di BULN non-listed pada setiap tingkatan investasi untuk bisa menghitung berapa deemed dividend-nya. Dengan CFC Rules ini, lanjut Wahyu, pemerintah seolah mengabaikan kebijakan manajemen BULN non-listed terkait kebijakan dividen. 
 
 
“Kalau perusahaan BULN itu katakanlah sudah sekian lama tidak bayar dividen, ya patut dicurigai sehingga Deemed dividend patut dipertimbangkan. Tapi kalau patuh, itu kan mengabaikan kebijakan manajemen BULN. Karena kan bisa saja manajemen perusahaan 
memutuskan untuk tidak membagikan dividen karena untuk menambah belanja modal," terangnya.

 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Edi Suwiknyo
Editor : Lutfi Zaenudin

Topik

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper