Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Potensi Industri Bubuk Tulang Ikan di Indonesia Capai Rp45 Triliun

Potensi bisnis bubuk tulang dan kepala ikan digadang-gadang mencapai angka fantastis, yaitu Rp45 triliun.
Foto aerial keramba jaring apung, di Waduk Jatiluhur, Purwakarta, Jawa Barat, Minggu (16/4)./Antara-Sigid Kurniawan
Foto aerial keramba jaring apung, di Waduk Jatiluhur, Purwakarta, Jawa Barat, Minggu (16/4)./Antara-Sigid Kurniawan

Bisnis.com, JAKARTA - Potensi bisnis bubuk tulang dan kepala ikan digadang-gadang mencapai angka fantastis, yaitu Rp45 triliun.

Sejalan dengan itu, banyak produsen olahan perikanan Indonesia yang diperkirakan mereguk keuntungan, sehingga diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan mereka.

Hal itu diungkapkan oleh Peneliti Ilmu dan Teknologi Pangan dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Ahmad Faizal Fajar Sunarma di Kampus UGM, Yogyakarta pada Kamis (27/7/2017).

“Bisnis bubuk tulang ikan di Indonesia, mencapai triliun rupiah per tahunnya. Angka yang sangat fantastis, dan pasti bisa mensejahterahkan masyarakat pengolah perikanan bila mereka terdorong memanfaatkannya,” ujarnya dalam siaran pers.

Ahmad menjelaskan Indonesia memiliki 70% wilayah perairan, dimana luas perairan tersebut berpotensi mendapatkan hasil perikanan melimpah.

Data dan Statistik Kementerian Kelautan Perikanan pada 2015 mencatat nilai produksi hasil perikanan mampu menembus angka 14,79 juta ton. Indonesia juga menepati urutan ke dua setelah China dalam hal produksi ikan pada 2012.

Nilai produksi tersebut, katanya, diperoleh dari perikanan tangkap yaitu laut dan umum, serta produksi perikanan budidaya. Banyaknya jumlah produksi perikanan, berpotensi menghasilkan produk samping perikanan.

Menurut Fajar, terdapat 25% produk samping perikanan berupa tulang ikan yang belum dioptimalkan keberadaannya. Jika total hasil perikanan di Indonesia mampu diolah sekitar 7 juta ton per tahun, maka akan ada 1,75 juta ton total produk samping berupa tulang ikan sebagai bahan produksi.

“Tulang ikan yang sudah dibersihkan dari sisa daging dan kotoran bisa diolah menjadi bubuk sebanyak 14,20 %. Sehingga dari asumsi total tulang ikan 1,75 juta ton per tahun, maka akan menghasilkan 248.500 ton bubuk tulang ikan per tahun bisa diproduksi untuk berbagai macam produk kesehatan berkaitan dengan nilai kalsium,” terang Fajar.

Hingga saat ini, peluang pemanfaatan produk samping berupa tulang ikan sudah mulai dilaksanakan oleh beberapa negara. Misalnya di Selandia Baru yang memiliki industri pengolah tulang ikan, yang bernama Nutri Zing yang memproduksi tepung tulang ikan sebagai bahan baku utama.

Fajar menjelaskan, saat ini harga sumpelen kalsium yang bersumber dari bubuk tulang ikan per kemasan dibanderol dengan harga fantastis, yaitu US$15.0 per kilogram (US$ 1= Rp 13.316, red). Artinya, kata dia, jika potensi tersebut bisa dikaji lebih serius, maka peluang Indonesia mendapatkan keuntungan menjadi sangat besar.

“Jika setiap tahunnya Indonesia bisa menghasilkan sebanyak 248.500 ton bubuk tulang ikan, maka potensi ekonominya menjadi Rp45 triliun. Ini angka fantastis bagi Indonesia dan masyarakat pengolah produk perikanan dalam negeri. Apalagi proses pengolahan bisa dilakukan secara sederhana,” papar Fajar.

Karena itu, peluang pengolahan tepung tulang ikan bisa menjadi industri baru, yang kedepannya mampu menambah angka pendapatan negara sekaligus menambah sumber alternatif kalsium masyarakat Indonesia.

Fajar menerangkan, sedikitnya ada 6 langkah pengolahan tepung tulang ikan yang cukup mudah dilakukan oleh masyarakat. Peralatan yang digunakan pun sederhana.

Pertama, tulang ikan yang diperoleh dari industri pengolahan ikan dibersihkan dari kotoran yang menempel dengan menggunakan air yang mengalir. Kedua, dilakukan perebusan sampai daging atau lemak yang menempel pada tulang ikan terpisah.

Ketiga, bila lemak serta daging tulang ikan jumlahnya telah berkurang maka dilakukan pelunakan tulang ikan.

“Proses pelunakan bisa menggunakan alat presto (pelunak tulang) atau autoclave hingga tulang ikan sudah terasa rapuh. Proses pelunakan diperkiraan memakan waktu 45-60 menit pada suhu 121°C,” ucapnya.

Keempat, setelah tekstur tulang ikan terasa lunak maka tulang ikan dikeringkan. Proses pengeringan bisa dilakukan menggunakan oven atau secara alami dibawah sinar matahari.

Kelima, bila kandungan air tulang ikan berkurang lalu masuk tahapan pengecilan ukuran dengan cara menggiling dengan blender atau mesin penepung (disk mill). Keenam, tahap paling akhir adalah proses pengayakan supaya ukuran tepung seragam.

Dia menuturkan, penerapan tepung tulang ikan bisa diaplikasikan ke produk untuk menambah nilai kalsium. Misalnya bakso, biskuit atau roti dengan takaran formulasi khusus. Dengan demikian, produk pangan yang ditambahkan tepung tulang ikan menjadi kaya kalsium.

Negara Jepang yang memiliki sumber daya perikanan sudah mampu menciptakan industri olahan produk perikanan zero waste. Malah kabarnya, lanjut Fajar, penerapan di Jepang sudah sejak lama. Artinya secara keseluruhan, bagian dari ikan semuanya bisa dikelola untuk dimanfaatkan, termasuk tulang ikan.

“Kalau di Jepang bisa menjalankan demikian, rasanya Indonesia pun mampu melakukannya sekaligus menambah penghasilan masyarakat,” tutup dia.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Fajar Sidik

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper