Bisnis.com, JAKARTA - Pengembangan industri florikultura nasional belum tergarap optimal karena sejumlah kendala mulai dari regulasi, kesiapan logistik, hingga minat daerah yang minim terhadap industri ini.
Padahal, potensi pengembangan industri florikultura nasional masih sangat besar seiring permintaan pasar yang meningkat. Apalagi, didukung keanekaragaman genetis yang luas, kondisi tanah dan agroklimat yang kondusif bagi penanaman florikultura.
Hal ini disampaikan dalam Pencanangan Hari Florikultura dan dialog interaktif Kebangkitan Florikultura Indonesia di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Senin (24/7).
Direktur Buah dan Florikultura Ditjen Holtikultura Kementerian Pertanian Sarwo Edhy menyampaikan, meski industri florikultura memiliki nilai ekonomi tinggi, tetapi belum banyak pemerintah daerah yang melirik ini sebagai potensi untuk meningkatkan ekonomi masyarakat.
Dia mencontohkan, keuntungan yang diperoleh saat panen krisan sebesar Rp4 juta setiap 100 meter persegi per tiga bulan. Sementara, keuntungan panen melati untuk luas yang sama sebesar Rp6,2 juta.
Contoh lain di sentra melati Slawi, mampu mengekspor melati kualitas A ke Singapura senilai Rp30.000 per kg, sementara melati kualitas B untuk pabrik teh sebesar Rp15.000 per kg.
Pemerintah sebenarnya memiliki program pengembangan kawasan yang berpotensi untuk penanaman florikultura. Namun, program ini terhambat karena tidak banyak pemerintah daerah yang mengusulkan kawasan di wilayahnya yang berpotensi untuk pengembangan florikultura.
Selain itu, pemerintah memberikan fasilitas bantuan benih dan pupuk. "Kebutuhan florikultura masih sangat kurang," kata dia.
Ketua Komite Tetap Pengembangan Pasar Pertanian Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Karen Tambayong mengatakan, konsumsi terhadap florikultura sesungguhnya terus meningkat, seiring tren penggunaan daun potong dan tanaman hias akibat semakin minimnya lahan hijau. Namun, belakangan ini konsumsi cenderung menurun karena kendala regulasi. "Karena PPN, cenderung menurun. Problem kita adalah PPN," imbuhnya.
Data Kementerian Pertanian menunjukkan, produksi bunga potong nasional meningkat sejak 2012 sebesar 616,8 juta tangkai menjadi 785,2 juta tangkai pada 2015. Namun, produksi menurun menjadi 719,3 juta tangkai pada 2016.