Bisnis.com, JAKARTA-- Maraknya pembangunan infrastruktur yang dilakukan pemerintah dinilai belum bersinergi dengan sektor hunian untuk rakyat.
CEO Indonesia Property Watch, Ali Tranghanda mengatakan masifnya pembangunan infrastruktur memang harus dilakukan. Pasalnya pembangunan infrastruktur pastinya akan membuat daerah-daerah menjadi lebih berkembang dan lebih produktif dalam pergerakan barang dan jasa.
Namun demikian dia menyoroti berbagai infrastruktur yang ada belum sinkron dengan rencana pengembangan properti. Tidak hanya jalan tol melainkan semua yang menyangkut infrastruktur termasuk pembangunan LRT dan MRT sebagai bagian dari TOD (Transit Oriented Development).
Tercatat harga tanah di rencana simpul-simpul MRT di sekitaran Lebak Bulus, tanah-tanah di sekitar Cimanggis dan Bekasi Timur yang direncanakan dilintasi LRT telah naik beberapa kali lipat dalam 2 tahun terakhir.
"Yang seharusnya tanah-tanah di simpul-simpul TOD tersebut dapat digunakan untuk penyediaan hunian murah untuk rakyat," katanya dikutip Jumat (21/7).
Dia menuturkan pemerintah terlalu lama absen dalam mengamankan tanah-tanah tersebut. Belum lagi bila kita melihat perencanaan pengembangan kota-kota baru termasuk Kota Baru Maja yang kurang memerhatikan dampak dari pembangunan infrastruktur.Bahkan sebelum jalan dan infrastruktur dibangun, harga sudah naik dan akan menjadi terlalu tinggi ke depan sehingga semakin sulit untuk membangun rumah murah disana.
Di sisi lain, pemerintah dianggap tidak tanggap untuk segera dapat melakukan zonasi khusus untuk rumah murah. Tidak ada zoning khusus, sehingga siapapun bisa membebaskan lahan dan aksi spekulasi terus tumbuh. Kalaupun akan dilakukan pengembangan lahan, semestinya perizinan tidak akan keluar kecuali dikembangkan sebagai hunian murah.
“Di satu sisi pembangunan infrastruktur akan berdampak luar biasa, namun pemerintah perlu diingatkan untuk dapat juga mengamankan tanah-tanah yang masih bisa digunakan untuk hunian murah agar tidak terus naik, " tekannya.
Hal ini beralasan, karena saat ini dikhawatirkan tanah-tanah di simpul TOD hampir semua telah dikuasai oleh swasta bahkan BUMN pun memanfaatkan lahan-lahan tersebut untuk pembangunan properti. Yang sangat disayangkan adalah pengembangan properti yang dimaksud bukan diperuntukan untuk hunian atau apartemen murah melainkan komersial.
BUMN Karya sebutnya sudah semestinya menjadi yang terdepan dalam pengembangan rumah atau rumah susun murah berbasis TOD bukannya malah memanfaatkan posisi BUMN-nya untuk menguasasi lahan-lahan di seputaran TOD.
Saat ini tercatat beberapa BUMN Karya seperti PT Adhi Karya Tbk yang tengah merintis 6 kawasan hunian TOD senilai Rp24,2 triliun.
Budi Sadewa, Direktur ADHI menyebut lima diantaranya akan diluncurkan tahun ini. Sepanjang semesterI silam, perseroan telah meluncurkan tiga proyekLRT city yakni 16,9 ha di Eastern Green Apartment di Bekasi, 14,8 ha di Royal Sentul Park Bogor, dan teranyar diGateway Park Jaticempaka seluas 5,1 ha.
Budi melanjutkan untuk ekspansi LRT city ke depannya, induk usaha telah mengucurkan pendanaan senilai Rp1,39 triliun kepada divisi usahanya itu. Saat ini dari suntikan yang ada, Rp600 miliar diantaranya telah terserap untuk belanja lahan.