Bisnis.com, JAKARTA - Keluhan tentang sistem pemasaran hasil tangkapan ikan di kawasan timur menjadi cermin realisasi pembangunan sentra kelautan dan perikanan terpadu (SKPT) yang dilakukan pemerintah belum menunjukan hasil nyata.
Destrucive Fishing Watch (DFW) Indonesia menilai kelemahan implementasi menyebabkan program ini lambat terealisasi dan pemasaran hasil perikanan masih tetap berorientasi ke Jawa. Padahal, jika dikaitkan dengan semangat Nawacita dan ambisi Presiden Joko Widodo menjadikan Indonesia menjadi poros maritim dunia, program SKPT menjadi andalan pemerintah.
Koordinator Nasional DFW-Indonesia Moh Abdi Suhufan SKPT yang direncanakan sejak awal pemerintahan belum terlihat wujudnya dalam tiga tahun ini.
“Ada inkonsistensi perencanaan dan implementasi program SKPT sehingga progam yang seharusnya bisa mengangkat ekonomi kelautan dan perikanan di wilayah perbatasan dengan melakukan ekspor langsung sampai saat ini tidak terjadi,” katanya, Minggu (9/7/2017).
Bentuk inkonsistensi tersebut dapat dilihat dari kebijakan pemotongan anggaran 2016 yang justru mengorbankan rencana pembangunan infrastruktur perikanan di lokasi SKPT. Sebagai contoh, rencana pembangunan integrated cold storage (ICS) berkapasitas 200 ton dengan nilai Rp15,2 miliar di Merauke tahun lalu batal dilakukan dengan alasan pemotongan anggaran.
Padahal menurut DFW, semestinya pemerintah mempertahankan proyek-proyek di lokasi SKPT karena merupakan prioritas nasional dan sejalan dengan misi Kepala Pemerintahan untuk membangun Indonesia dari pinggiran. Akibatnya, hingga pertengahan 2017, pelaku usaha mengeluhkan sistem pemasaran dan pengolahan ikan yang minim di area penangkapan di sekitar Papua dan Maluku.