Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Industri Mebel Pesimistis Capai Target Ekspor US$5 Miliar

Kalangan pengusaha mebel dan kerajinan dari kayu mengaku pesimistis untuk mencapai targer ekspor US$5 miliar pada 2019 seperti yang dicanangkan pemerintah.
Pengunjung mengamati produk furnitur pada pameran Indonesia International Furniture Expo (IFEX) 2017 di JI Expo, Jakarta, Sabtu (11/3)./Antara-Wahyu Putro A
Pengunjung mengamati produk furnitur pada pameran Indonesia International Furniture Expo (IFEX) 2017 di JI Expo, Jakarta, Sabtu (11/3)./Antara-Wahyu Putro A

Bisnis.com, SURABAYA - Kalangan pengusaha mebel dan kerajinan dari kayu mengaku pesimistis untuk mencapai targer ekspor US$5 miliar pada 2019 seperti yang dicanangkan pemerintah.

Dewan Pembina Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) Jawa Timur, Sumarno mengatakan ketidakpercayaan diri pengusaha tersebut lantaran banyaknya hambatan yang harus dihadapi industri mebel secara bertubi-tubi, terutama masalah regulasi baru yang dinilai semakin memberatkan.

"Satu regulasi yang sebelumnya belum selesai masalahnya, eh ada aturan baru lagi yang membebani. Baru-baru ini ada aturan baru soal perubahan V-Legal di mana ada biaya tambahan untuk perubahan dokumen, dan jam pelayanan surveyor yang terbatas," ujarnya, Rabu (21/6/2017).

Sumarno menjelaskan, adanya perubahan dokumen V-Legal tersebut terjadi lantaran jika ada barang yang tidak muat masuk ke kontainer maka harus dikeluarkan dan otomotis terjadi perubahan antara realisasi ekspor dengan data di dokumen V-legal. Padahal Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) dari bea cukai tidak bisa diubah jika dokumen V-legal juga tidak diubah.

"Untuk mengubah dokumen, butuh pelayanan dari lembaga surveyor, sedangkan mereka tidak melayani eksportir selama 24 jam atau hanya sampai pukul 03.00," ujarnya.

Dia menambahkan akibat dari aturan tersebut, pengusaha tidak bisa melakukan kegiatan ekspor barang dan terbebani biaya penumpukan barang di pelabuhan karena harus tertinggal oleh kapal. Sedangkan perubahan dokumen V-Legal pun dikenai biaya Rp100.000 per dokumen atau sama seperti membuat dokumen baru.

"Padahal dokumen V-Legal sebenarnya hanya dibutuhkan oleh negara-negara Uni Eropa, sedangkan di negara lainnya tidak butuh V-Legal, tapi di sini aturannya kontraproduktif," imbuhnya.

Adapun sebelumnya Dirjen Pengelolaan Hutan Produksi Lestari, Direktorat Pengelolaan dan Pemasaran Hasil Hutan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengeluarkan surat edaran (SE) tentang hasil evaluasi lanjutan implementasi lisensi FLEGT atau V-Legal, dalam surat tersebut terdapat aturan tentang perubahan dokumen.

Ketua HIMKI Jatim, Nur Cahyudi menambahkan meski kinerja ekpor mebel di Jatim pada Mei tahun ini mengalami pertumbuhan 4,6%, tetapi secara nasional ekspor mebel cenderung turun akibat hambatan-hambatan proses ekspor.

"Sebenarnya secara permintaan di pasar ekspor itu lebih bagus dan positif tetapi terbetur berbagai macam aturan," katanya.

Adapun nilai ekspor mebel Jatim hingga Mei ini mencapai US$109,6 juta Bila dibandingkan kinerja ekspor tahun lalu pada periode yang sama yakni mencapai US$104,8 juta.

"Selama ini ekspor kami banyak ke Eropa dan Amerika Serikat, tapi baru-baru ini kami mulai menyasar pasar Timur Tengah," imbuhnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Peni Widarti
Editor : Rustam Agus

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper