Bisnis.com, JAKARTA - Pekerja pelabuhan yang tergabung dalam serikat pekerja Jakarta International Container (SPJICT) di Pelabuhan Tanjung Priok menyatakan, kegiatan aksi unjuk rasa maupun demontrasi yang beberapa kali dilakukan SPJICT bukan untuk mengganggu objek vital nasional.
Ketua Umum SPJICT, Nova Sofyan Hakim, mengatakan selama ini aksi penyampaian pendapat yang dikemukakan oleh SP JICT berlatar belakang dalam rangka membela aset nasional dan penyampaian aspirasi tersebut juga dilindungi oleh UU 13/2003 dan UU no 9/1998 serta konstitusi UUD 1945.
“Jadi jangan kambinghitamkan aksi kami sebagai upaya mengganggu objek vital nasional seperti pelabuhan. Apalagi saat ini belum ada SK Menteri Perhubungan yang menetapkan JICT sebagai objek vital nasional sesuai Kepres No. 63 tahun 2004,” ujar Nova kepada Bisnis, Kamis (18/5/2017).
Nova mengatakan hal itu menanggapi beredarnya informasi yang dinilainya menyudutkan SP JICT yang kerap melakukan aksi unjuk rasa di pelabuhan Priok.
Dalam informasi yang beredar itu disebutkan, SP JICT pada awal Mei 2017 kembali demo dan mengancam melakukan mogok kerja pada 15-20 Mei. Aksi demo ini dilakukan setelah direksi JICT menolak tuntutan SP untuk menaikkan kesejahteraan sebedar US 6,9 juta atau lebih dari Rp 100 miliar seperti tercantum dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB) 2016-2018 yang disodorkan SP ke manajemen JICT.
Direksi juga menolak keinginan SP agar dana Program Tabungan Investasi (PTI) tahun 2016 dibayarkan. Pasalnya, SP JICT tidak mampu mencapai target kinerja minimal yang menjadi syarat pembayaran dana PTI. Apalagi, SP JICT juga dinilai ingkar janji lantaran menolak untuk dilakukannya audit dana PTI yang telah dibayarkan sejak 2010 sebesar US$ 11 juta.
Sementara terkait dengan bonus kinerja 2016, direksi bersedia memenuhi keinginan SP JICT yang meminta bonus tahunan 2016 sebesar 7,8% dari keuntungan sebelum pajak sesuai PKB. Namun SP meminta angka lebih besar.
“Sebaiknya ekses dari penolakan pekerja terhadap perpanjangan kontrak JICT jangan dipolitisasi dengan pengamanan objek vital nasional,” ujar Nova.
Dia menegaskan pelanggaran undang-undang dan kerugian negara perpanjangan kontrak JICT sudah dibuktikan BPK dan DPR. “Justru stakeholders pelabuhan harus jernih melihat masalah dan jangan sampai terkesan dikooptasi kepentingan asing,” ucap Nova.
Sementara itu, pemerintah melalui Kementerian Perhubungan akan menindak tegas berbagai upaya yang dapat menganggu kegiatan ekonomi di obyek-obyek vital seperti pelabuhan.
Hal tersebut tertuang dalam Surat Edaran dengan nomor UM.003/38/19/DJPL-17 tertanggal 15 Mei 2017 tentang Peningkatan Pengawasan dan Penjagaan Dalam Rangka Pengamanan Objek Vital Nasional di Lingkungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut.