Bisnis.com, TANGERANG—Pelaku industri menanti insentif pemerintah untuk mendorong peningkatan kapasitas produksi bioplastik. Biaya produksi produk ramah lingkungan itu masih lebih tinggi dibandingkan dengan plastik konvensional.
“Kalau sekarang tanpa dukungan pemerintah, menjual produknya masih susah,” ujar Presiden Direktur PT Inter Aneka Lestari Kimia Herman Moeliana, Senin (8/5).
Inter Aneka Lestari Kimia merupakan produsen bioplastik dengan merek dagang Enviplast. Pabrik enviplast memiliki 30 lini produksi dengan kapasitas produksi 1.000 ton bijih plastik setiap bulan. Permintaan produk masih sangat kecil, hanya sebesar 5 ton per bulan.
Produsen bioplastik berharap pemerintah menyiapkan regulasi yang menjamin ketersediaan pasar bagi produk pengemasan dan kantong terbarukan. Sebab industri yang biasa menyerap bahan baku plastik belum menganggap harga komoditas degradable lebih kompetitif. “Dari segi cost, produk biodegradable lebih mahal tiga kali lipat,” ujar Herman
Dia optimistis regulasi pemerintah bisa menjamin penyerapan produk itu di dalam negeri. Terlebih, sektor industri itu masih memiliki peluang besar untuk berekspansi dalam jangka panjang. “Kami itu sangat tergantung market sebenarnya kalau pemerintah bisa tingkatkan market, sampai 10.000—20.000 ton per tahun misalnya, saya rasa tidak sulit bagi kami untuk penuhi permintaan itu.”
Pemerintah juga mesti memperhitungkan manfaat bagi sektor industri yang lebih ramah lingkungan. Produksi biodegradable tidak memerlukan biaya tambahan untuk pengelolaan limbah.
Herman menyatakan utilisasi pabrik untuk bijih Enviplast baru sebatas 5% dari kapasitas 300 ton per bulan. Hal ini terjadi karena perusahaan masih terbentur ketidakpastian permintaan produk ramah lingkungan itu.
Di samping itu, dia justru melihat rencana pengenaan cukai sebagai peluang bagi industri plastik ramah lingkungan. Pengenaan cukai akan mengikis perbedaan harga plastik konvensional dengan Enviplast.