Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pemerintah Minta Pengusaha Urus Land Swap

Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Bambang Hendroyono meminta perusahaan hutan tanaman industri (HTI) yang 40% konsensinya ditetapkan sebagai fungsi lindung, untuk segera mengurus area pengganti.
Pekerja menyadap pohon karet di kawasan perkebunan kebun karet Jawi jawi, Kecamatan Bulukumpa, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan, Senin (20/3)./Antara-Abriawan Abhe
Pekerja menyadap pohon karet di kawasan perkebunan kebun karet Jawi jawi, Kecamatan Bulukumpa, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan, Senin (20/3)./Antara-Abriawan Abhe

Bisnis.com, JAKARTA - Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Bambang Hendroyono meminta perusahaan hutan tanaman industri (HTI) yang 40% konsensinya ditetapkan sebagai fungsi lindung, untuk segera mengurus area pengganti.

Diketahui, KLHK menawarkan skema tukar guling lahan (land swap) kepada perusahaan HTI yang 40% konsesinya ditetapkan sebagai fungsi lindung. Zona lindung tidak boleh diusahakan dengan imbalan berupa lahan mineral sebagai pengganti. Sebagai pengganti, KLHK menyediakan 800.000 ha dari pencadangan hutan produksi dan konsensi HTI yang tidak aktif.

"Jadi kalau mereka segera cepat menyesuaikan regulasi ini, cepat mengetahui dimana terjadi gangguan kelangsungan usaha, maka segera urus land swap itu. Sehingga tidak ada kekhawatiran lima tahun lagi tidak ada panen dan sebagainya," tuturnya usai Sosialisasi untuk Implementasi Kebijakan Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut bagi Perusahaan Kelapa Sawit di Lahan Gambut, di Jakarta pada Jumat (5/5).

Bambang menyampaikan beberapa perusahaan sudah mengajukan land swap. Dari pengajuan itu, yang dibutuhkan hanya 500.000 ha dan telah disiapkan pemerintah untuk menanam HTI di lahan mineral. Angka ini masih lebih kecil dari yang disediakan pemerintah.

"Pemerintah menyiapkan seluruh Indonesia. Dan kami sudah bisa menyiapkan melebihi yang dibutuhkan swasta. Ternyata hanya 500.000 ha yang dibutuhkan," imbuhnya.

Melalui sosialisasi ini, pemerintah menekankan bahwa seluruh kegiatan usaha harus memperhatikan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, seperti diamanatkan dalam UU No. 32 Tahun 2009. Tidak boleh terjadi kerusakan lingkungan karena adanya kegiatan usaha yang dilakukan dalam suatu kawasan.

Setelah dihadapkan kebakaran pada 2013 dan terulang pada 2015, pemerintah merevisi PP 71 tahun 2014 menjadi PP 57 Tahun 2016. Di dalamnya diatur upaya pencegahan, penanggulangan, hingga pemulihan area gambut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper