Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi televisi swasta Indonesia menyoroti tujuh isu terkait revisi Undang-Undang Penyiaran Nomor 32/2002 tentang Penyiaran.
Ketua Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) Ishadi SK mengatakan untuk menghadapi perkembangan teknologi penyiaran diperlukan perencanaan strategis. Selain itu, diperlukan mekanisme pembatalan perizinan melalui prosedur yang ketat.
“Pembatalan IPP [izin penyelenggaraan penyiaran] melalui mekanisme peradilan akan memberi kepastian hukum bagi keberlangsungan usaha dan perlindungan terhadap investasi yang telah dilakukan,” ujar Ishadi dalam keterangan resmi yang diterima Bisnis.com pada Jumat (5/5/17).
Ishadi menjelaskan pihaknya telah memberikan tanggapan dan masukan melalui naskah akademik dan draft kepada badan legislasi (Baleg) dan panitia kerja (Panja) RUU Penyiaran DPR RI.
Dia menilai saat ini diperlukan sinergitas dan optimalisasi peran serta industri penyiaran dalam urusan kebijakan dan perizinan.
Ishadi menambahkan bahwa sinergitas dan optimalisasi peran serta industri penyiaran dalam kebijakan dan perizinan sangat diperlukan. Karena itu, perlu dibentuk wadah perhimpunan berbagai organisasi media penyiaran radio dan televisi.
Adapun tujuh isu yang disebut Atvsi sebagai isu penting terkait Rancangan Undang-Undang Penyiaran yang perlu disepakati oleh seluruh pemangku kepentingan meliputi rencana strategis dan blue print digital serta pembentukan wadah dan keterlibatan asosiasi media penyiaran Indonesia dalam perizinan dan kebijakan penyiaran digital termasuk pembentukan badan migrasi digital yang bersifat ad hoc.
Isu berikutnya ialah penerapan sistem hibrid merupakan bentuk nyata demokratisasi penyiaran; durasi iklan komersial dan iklan layanan masyarakat; pembatasan iklan rokok; siaran lokal, serta proses pencabutan izin penyelenggaraan penyiaran (IPP).