Bisnis.com, BEIJING— Indeks pembelian manajer (PMI) manufaktur di China mengalami penurunan pada April, kendati harga komoditas dunia mengalami pelemahan.
Tercatat, indeks PMI sektor manufaktur China turun ke level 51,2 pada bulan lalu, setelah menembus level tertinginya selama lima tahun terakhir pada Maret, yakni 51,8. Capaian itu berada di bawah estimasi ekonom yang disurvei oleh Bloomberg, yakni 51,7.
Di sisi lain, raihan bulan lalu itu mengagalkan akselerasi yang terjadi selama dua kuartal terakhir. Namun demikian, manufaktur Negeri Panda masih mencatkan ekspansi karena berada di atas level 50.
Biro Statistik Nasional China (NBS) mengatakan, kegiatan pabrik-pabrik di China relatif masih kuat pada April. Namun, hal itu tak diimbangi oleh pesanan baru dari dalam maupun luar negeri yang terekam melemah.
“Kami telah melihat puncaknya pada Maret. Stimulus dari pemerintah tidak akan memberikan efek yang lama. Ketika stimulus mulai ditarik maka efek positif ke manufaktur akan ikut memudar,” kata Lou Feng, Analis dari Chinese Academy of Social Sciences, seperti dikutip dari Bloomberg, Senin (1/5/2017).
Pernyataan Feng tersebut merujuk pada kebijakan pemerintah China yang mulai memperketat stimulus moneter dan fiskalnya bagi perekonomian domestik pada tahun ini. Dia pun memprediksi, pertumbuhan ekonomi kuartal I/2017 yang menembus level 6,9% akan melambat pada kuartal berikutnya.
Seperti diketahui, pemerintah telah mulai membatasi penjualan properti di sejumlah kota besar di China. Selain itu Bank Sentral China (PBOC) mulai menambah aturan baru guna memperketat penyaluran pinjaman di tengah menigkatnya risiko finansial.
Hal senada diungkapkan oleh ekonom di Commerzbank AG di Singapura Zhou Hao. Dia melihat adanya momentum pelambatan ekonomi di China. Pengetatan moneter oleh Beijing disebunya sebagai pendorong utama pelambatan ekonomi tahun ini.
“Pelemahan akan terjadi hampir seluruh indikator ekonomi,” katanya Senin (1/5/2017).
Tepisah, para ekonom yang disurvei oleh Bloomberg memperkirakan pertumbuhan ekonomi China pada tahun ini hanya akan melaju 6,6% atau lebih rendah dari tahun lalu yang mencapai 6,7%. Pelambatan akan berlanjut pada tahun depan dengan perkiraan laju PDB hanya akan mencapai 6,5% atau masih berada pada target yang ditentukan pemerintah.
Analis Nomura Holdings Inc, mengatakan, kebijakan pengetatan moneter dan fiskal oleh China ini tak lepas dari semakin dekatnya agenda Kongres Partai Komunis China akhir tahun ini. Presiden Xi Jinping ingin memastikan negaranya tak mengalami guncangan yang besar dari sisi ekonomi di tengah transisinya dari berbasis industri menjadi jasa dan konsumsi, meskipun harus mengorbankan pertumbuhan ekonomi nasionalnya.