Bisnis.com, JAKARTA - Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia menyurati Menteri Energi dan Sumber Daya Alam Ignasius Jonan untuk mengevaluasi Peraturan Menteri ESDM No. 12/2017 tentang Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik.
Berdasarkan beleid itu, tarif listrik dari energi terbarukan dibatasi maksimal 85% dari biaya pokok produksi (BPP) listrik di setiap wilayah terkait.
Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) menilai bahwa regulasi itu kurang mendorong pengembangan energi terbarukan di Tanah Air.
Ketua Umum METI Surya Drharma mengatakan, aturan tersebut tidak akan mendorong investasi di sektor kelistrikan terutama energi ramah lingkungan.
"Kami sudah mengirimkan surat kepada Menteri ESDM Ignasius Jonan untuk meminta Permen ESDM No. 12/2017 dievaluasi," katanya melalui keterangan tertulis yang dikutip Bisnis, Selasa (18/4/2017).
Menurutnya, pemerintah harus menetapkan kebijakan yang bersifat jangka panjang dan dapat memberikan kepastian bagi investor atau pengembang listrik energi terbarukan.
Pengembangan energi terbarukan butuh waktu panjang. Pembangkit listrik tenaga air (PLTA) misalnya, butuh waktu 6 tahun, sedangkan pengembangan panas bumi memerlukan 7-9 tahun mulai dari fase eksplorasi hingga pembangkit mulai beroperasi.
"Pemerintah harus menetapkan kebijakan yang bersifat jangka panjang yang dapat memberikan kepastian bagi pengembang."
Pembatasan tarif sebesar 85% dari BPP, sambungnya, juga pernah diberlakukan terhadap listrik panas bumi. Ketika itu, melalui Peraturan Menteri ESDM No. 14/2008 tentang Harga Patokan Penjualan Listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Panasbumi. Namun, aturan itu tidak bisa diterapkan hingga akhirnya diganti dengan kebijakan baru.
"Selain itu, ada kondisi yang berbeda antara satu daerah dan daerah lain, besaran BPP akan selalu berubah dari waktu ke waktu, sedangkan proses pengembangan energi terbarukan tidak bisa diselesaikan dalam waktu singkat."
Hal senada disampaikan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia yang menilai beleid itu bakal melemahkan iklim investasi energi hijau. Kadin lebih dulu menyurati Ignasius Jonan dan Presiden Joko Widodo agar beleid tersebut dievaluasi.
Ketua Umum Kadin Indonesia Rosan P. Roeslani mengatakan, pelaku usaha terpaksa menghentikan kegiatan usahanya akibat harga jual listrik yang ditetapkan terlalu rendah yaitu 85% dari BPP.
“Kebijakan ini juga membuat iklim investasi di indonesia semakin tidak kondusif setelah sektor-sektor lainnya juga mengalami kelesuan. Kadin telah menerima keluhan dari asosiasi-asosiasi usaha di bidang energi terbarukan,” katanya.