Bisnis.com, SURABAYA -- Pemerintah berambisi menggenjot kontribusi industri-industri di dalam negeri untuk menggarap kue pertumbuhan ekonomi nasional. Untuk itu, implementasi tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) pada produk-produk industri akan terus diperluas.
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menyampaikan pertumbuhan ekonomi nasional masih dikerek terutama oleh industri pengolahan. Untuk itu, pertumbuhan industri lokal menjadi syarat mutlak untuk menjaga kestabilan ekonomi. "Kami terus bekerja sama dengan Kemenko [Kemenko Bidang Perekonomian] untuk menyusun regulasi-regulasi TKDN ini. Dengan TKDN, kita dorong industri itu agar bisa mencapai daya saing," kata Airlangga dalam Workshop Wartawan Industri di Surabaya, Senin (17/4/2017).
Berdasarkan catatan Kemenperin, sektor industri merupakan kontributor terbesar pada produk domestik bruto (PDB) nasional, mencapai 31,3% pada 2016 lalu. Pertumbuhan ekonomi terutama ditopang oleh pertumbuhan industri pengolahan nonmigas dan didukung sektor jasa terkait. Adapun, pada tahun lalu, pertumbuhan industri ditopang oleh industri makanan dan minuman (mamin) yang mencapai 32,84%, industri barang logam, komputer, barang elektronik, optik dan peralatan listrik sebesar 10,71%, dan industri alat angkutan sebesar 10,47%.
Di sektor telematika misalnya, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Perindustrian No. 65 tahun 2016 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penghitungan Nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri Produk Telepon Seluler, Komputer Genggam (Handheld),dan Komputer Tablet. Industri telekomunikasi dan informatika tumbuh signifikan terutama setelah penerapan kebijakan TKDN untuk ponsel dan perangkat teknologi informasi 4G. Hingga tahun 2016, terdapat 23 electronics manufacturing service (EMS), 42 merek dan 37 pemilik merek baik global maupun nasional, dengan total nilai investasi sebesar Rp7 triliun dan menyerap tenaga kerja sebanyak 13 ribu orang. Penjualan ponsel mencapai 60 juta unit per tahun.
Dengan jumlah penduduk terbanyak di Asia Tenggara, Indonesia menjadi pasar terbesar bagi perusahan ponsel dunia. Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, jumlah pelanggan telekomunikasi seluler di Indonesia meningkat sebesar empat kali lipat, dari 63 juta menjadi 211 juta pelanggan. Bahkan, jumlah ponsel yang beredar di Indonesia saat ini diperkirakan mencapai 300 juta unit, melampaui jumlah penduduk Indonesia sendiri yang berjumlah sekitar 250 juta jiwa.
Data Kemenperin menyebutkan nilai impor ponsel pada 2015 sekitar US$2,2 miliar dengan jumlah 37,1 juta unit ponsel, menurun menjadi US$773,8 juta dengan jumlah 18,4 juta unit pada 2016. Adapun, jumlah produksi ponsel di dalam negeri mencapai 24,8 juta unit pada 2015, naik menjadi 25 juta unit pada 2016.
Selain itu, produsen elektronik juga terus meningkatkan penggunaan komponen dalam negeri. Sebelumnya, Ketua Federasi Gabungan Elektronik (F-Gabel) Rachmat Gobel mengatakan satu demi satu produsen ponsel global juga sudah memenuhi TKDN minimal yang ditetapkan pemerintah, termasuk dalam produksi 4G LTE. Data GfK menunjukkan tahun lalu penjualan produk elektronik merosot tajam. Volume penjualan delapan kategori produk elektronik turun 7,9% dari 104,13 juta unit pada 2015 menjadi 95,91 juta unit pada 2016. Di sisi lain, nilai pasar elektronik masih bertahan tumbuh. Nilai penjualan produk elektronik naik 0,8% dari Rp144,61 triliun pada 2015 menjadi Rp145,75 triliun pada 2016.