Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

BI Dorong Pembentukan Badan Usaha Milik Petani

Dalam rangka mendorong kebijakan reformasi pangan, Bank Indonesia (BI) mengusulkan penguatan kelembagaan petani melalui penerapan cooperative farming atau badan usaha milik petani (BUMP).
Petani/Antara-Ahmad Subaidi
Petani/Antara-Ahmad Subaidi

Bisnis.com, SEMARANG--Dalam rangka mendorong kebijakan reformasi pangan, Bank Indonesia (BI) mengusulkan penguatan kelembagaan petani melalui penerapan cooperative farming atau badan usaha milik petani (BUMP).

Cooperative farming atau BUMP adalah kelompok petani yang mengelola lahan miliknya secara bersama-sama dengan sistem manajemen korporasi. Dalam BUMP tersebut, petani yang menjadi anggota atau pengelola akan menerapkan sistem pra produksi, produksi hingga distribusi yang sama.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo mengatakan BUMP diharapkan dapat dikelola dengan sistem korporasi yang profesional.

"Ada corporate management, ada mekanisme pertanian, ada pembiayaan, pemasaran, dan pengolahan pasca panen. Jadi lingkup corporate framing yang enam itu," paparnya dalam konferensi pers, Rapat Koordinasi Pemerintah, Pemerintah Daerah dan Bank Indonesia di Semarang, Jumat (31/3).

Tujuan utama dari pembentukan BUMP tersebut dimaksudkan untuk mendorong produktivitas pertanian. Dia menuturkan produktivitas pertanian Indonesia saat ini hanya mencapai rata-rata 5,1 ton per hektare.

Sementara itu, China dan Vietnam produktivitasnya sudah di atas 6 ton per hektare.

"Sehingga perlu ada terobosan dan kalau nanti produksinya meningkat akan membuat impor kita berkurang karena kita mempunyai cukup suplai," ujarnya.

Program ini, lanjutnya, akan sejalan dengan program pemerintah dan Bank Indonesia untuk menahan inflasi volatile food pada level di bawah 4% ke depannya.

Saat ini, Agus mengungkapkan beberapa daerah sudah menerapkan sistem tersebut, yakni Desa Dalangan Sukoharjo dan Desa Sumberharjo, Jawa Tengah.

Dengan BUMP, mekanisme bercocok tanam di dua desa tersebut menjadi lebih modern karena petani sudah menggunakan alat yang lebih canggih, sepert traktor beroda empat.

Sistem ini juga memudahkan pengelolaan lahan dalam skala besar, di mana beberapa daerah mampu mengelola 50-120 hektare. Skema BUMP ini telah dimulai sejak 2014.

Lebih lanjut, Agus menegaskan BI tidak mengharuskan kelembagaan petani ini dibuat berbentuk badan usaha, cukup berbentuk CV atau Firma.

Dengan sistem kelembagaan yang kuat, BI percaya petani dapat dengan mudah menjangkau sistem pembiayaan perbankan karena usaha pertaniannya sudah dikelola layaknya korporasi profesional.

"CV atau Firma, yang bisa berhubungan dengan bank dengan lebih efektif," tegasnya.

Menko Perekonomian Darmin Nasution menuturkan corporative farming sebenarnya dibentuk untuk mengelola produksi pangan secara bersama dengan produktif dan profesional.

"Supaya sektor pangan kita lebih modern, produktif dan korporat," ujarnya.

Program ini akan didorong melalui pengucuran Dana Desa ke sekitar 74.000 desa yang nilai dana kucurannya meningkat menjadi Rp1 miliar per desa pada tahun ini.

Selain untuk membangun infrastruktur dasar di desa, Darmin berharap dana ini dapat dipakai untuk mengembangkan satu komoditas unggulan (clustering) di tiap desa dengan mengunakan sistem BUMP atau corporative farming itu.

Dia menambahkan kebijakan clustering ini adalah langkah awal dari reforma agraria yang juga akan dilakukan pemerintah.

"Dan bisa diwujudkan produksi pangan menkorporasikan koperasi atau menkorporasikan usaha rakyat."

Anggota DPR Komisi XI Donny Imam Priambodo mendukung penuh ide dari Bank Indonesia tersebut karena sistem pengelolaan pertanian secara korporasi ini membuka jalan bagi kelompok tani untuk mengakses fasilitas perbankan.

Untuk mengakses KUR dengan bunga rendah saja, petani sangat kesulitan.

"Ini tidak bisa diserap petani, karena petani literasi keuangannya saja belum bagus, jadi menurut bank belum bankable," ungkapnya.

Dengan BUMP atau corporative farming ini, dia mengatakan kelompok tani mendapat manfaat yang besar.

Salah satu contohnya adalah kelompok tani di Bawen, Salatiga mampu meraih pinjaman dari bank BUMN hingga Rp60 miliar.

Ke depannya, dia berharap sistem ini bisa diterapkan di seluruh desa di Indonesia.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Hadijah Alaydrus
Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper