Bisnis.com, JAKARTA – Usai negara-negara Asia timur membentuk aliansi pembeli gas alam cair (liquified natural gas/LNG) untuk memperkuat posisi dalam fleksibilitas pengamanan pasokan, India memberikan sinyal untuk bergabung dalam aliansi tersebut.
Menteri Perminyakan India Dharmendra Pradhan mengatakan pihaknya tidak menutup kemungkinan untuk bergabung dengan aliansi pembeli LNG yang terdiri dari Jepang, Korea Selatan dan China sebagai bagian untuk memperoleh kontrak lebih baik.
“Pasar LNG secara bertahap menjadi lebih konsumen sentris,” katanya seperti dikutip dari Reuters, Jumat (24/3/2017).
Pada periode April 2016 hingga Februari 2017, impor LNG India naik 16,4% secara tahunan menjadi 22,53 miliar kubik atau sekitar 16,67 juta ton LNG.
Pernyataan Pradhan tersebut dibuat hanya sehari setelah perusahaan asal Jepang Jera Co., Inc –perusahaan pembeli LNG terbesar di dunia--, menandatangani kesepakatan dengan perusahaan asal Korea Selatan Korea Gas Corporation (Kogas) dan perusahaan asal China CNOOC Gas and Power Trading & Marketing, untuk bekerja sama dalam bisnis LNG dan untuk mengamankan kontrak yang lebih fleksibel.
Adapun, para pembeli LNG telah selama bertahun-tahun mendesak perlunya kontrak LNG yang lebih fleksibel, terutama ketika adanya klausul yang membatasi mereka dari menjual kembali atau menukar barang.
Baca Juga
Jera menambahkan bahwa mereka berniat untuk terus bekerja dengan perusahaan tersebut, baik di dalam dan di luar Jepang untuk memperoleh pengadaan yang lebih kompetitif di pasar LNG.
Sementara itu, China yang merupakan konsumen energi terbesar dunia dan importir LNG terbesar ketiga dunia mencatatkan peningkatan impor LNG pada Februari 2017 sebesar 28,5% menjadi 2,37 juta ton dibandingkan bulan yang sama pada tahun sebelumnya sebesar 1,85 juta ton.
Angka tersebut jauh lebih rendah ketimbang impor LNG pada Januari 2017 dan Desember 2016 yang masing-masing mencatatkan 3,44 juta ton dan 3,73 juta ton.
China memproyeksikan impor LNG akan meningkat secara signifikan dalam lima tahun mendatang seiring rencana membatasi penggunaan batu bara untuk memangkas polusi.
Lembaga pemeringkat Moody’s memperkirakan harga LNG di pasar global akan bergerak terbatas sampai lebih dari 2020 sebagai akibat dari pasokan LNG yang datang ketika permintaan dari importir terbesar dunia melemah.
Tomas O'Loughlin, Vice President-Credit Officer Senior Moody's, mengatakan pertumbuhan permintaan LNG yang kuat dari China, India dan pasar baru tidak akan cukup untuk menyerap kapasitas pasokan segar yang bakal datang terutama dengan penurunan permintaan di negara-negara pengimpor terbesar yakni Jepang dan Korea.
"Pasar tidak akan rebalance sampai tahun-tahun awal dekade berikutnya, ketika permintaan global dan infrastruktur impor LNG mengejar dari meningkatnya pasokan," katanya dalam laporannya beberapa waktu lalu.
Moody’s memperkirakan pengriman LNG ke Jepang yang mengkonsumsi lebih dari sepertiga dari LNG global, akan jatuh menjadi 80 juta ton per tahun (metric ton per annum/MTPA) pada tahun 2020. Penurunan impor LNG Jepang itu disebabkan kembali beroperasinya pembangkit listrik tenaga nuklir mereka.
Sementara itu, permintaan impor LNG dari Korea Selatan diperkirakan flat pada periode tersebut. Padahal, pada saat yang sama. pasokan global baru akan melompat 44% pada 2020 menjadi 455 MTPA dibandingkan pada 2015. Pasalnya, proyek konstruksi LNG di Australia, Amerika Serikat dan Rusia, dengan biaya lebih dari seperempat triliun dolar AS untuk membangun akan datang untuk membajiri pasar.
Proyek-proyek baru tersebut, sebenarnya didorong lonjakan permintaan dari Jepang menyusul peristiwa tsunami 2011 dan dihentikannya pembangkit listrik tenaga nuklir kala itu. Selain itu, proyek tersebut juga didorong semakin berlimpahnya pasokan shale gas AS.
"Sampai pasar rebalance, return investasi untuk pengembang proyek Australia akan lemah dan offtakers LNG AS akan berjuang untuk memulihkan semua biaya pencairan mereka," kata Tomas.
Moody’s memperkirakan kelebihan pasokan global akan terus meningkat dan memuncak pada sekitar 55 MTPA pada 2019. Selama periode ini, volume LNG yang signifikan dari AS diharapkan bisa diserap oleh pasar Eropa.
Lembaga itu memperkirakan pertumbuhan permintaan LNG global terus menjadi kuat yang didorong oleh harga rendah, masalah lingkungan dan membangun dari infrastruktur di pasar baru yang memungkinkan impor volume LNG yang lebih besar.