Bisnis.com, JAKARTA—Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan tidak memaksa PT Freeport Indonesia untuk merubah izin dari Kontrak Karya menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus.
Jonan mengatakan pihaknya hanya membantu perusahaan tersebut untuk mengekspor yang bukan hasil pengolahan dan pemurnian dengan mendorong untuk membangun smelter. Dia menegaskan tidak masalah jika PTFI tetap menggunakan izin kontrak karya.
“Freeport tidak harus merubah Kontrak Karya, kalau ada smelter pemurnian, seperti Vale yang juga masih berstatus Kontrak Karya,” kata Jonan, Selasa (21/3).
Freeport sendiri menilai pihaknya akan mengalami kerugian untuk membangun smelter. Namun, Jonan mengatakan, pembangunan smelter justru akan menguntungkan. Freeport bisa mengambil pasar tambang di dalam negeri.
Perundingan kedua belah pihak juga terus dilaksanakan. Menteri Jonan mengatakan ada beberapa kemajuan dalam negosiasi tersebut. Namun, jika PTFI masih bersikeras dengan stabilitas investasi dan memperahankan kontrak akrya, Jonan menyebutkan akan tetap menempuh jalur arbitrase.
Hanya saja, status kontrak karya tetap harus diubah menjadi IUPK, jika Freeport ingin mengekspor konsentrat, sesuai dengan regulasi Pasal 170 Undang-undang 4/2009 tentang Mineral dan Batubara. Menurut Menteri, Freeport takut fasilitas yang dulu didapatkan saat berstatus kontrak karya akan dihapuskan.
“Selama ini, Freeport lapor satu menteri, semua selesai, Undang-undang tidak dipedulikan. Sekarang tidak bisa, harus mengacu kepada Undang-undang,” sebutnya.
Kementerian ESDM memberikan waktu 6 bulan kepada PTFI. Dalam jangka pendek, pemerintah akan mendorong agar Freeport tetap beroperasi dengan menggunakan Smelter PT Smelting di Gresik, Jawa Timur.