Bisnis.com, JAKARTA — Wahana Lingkungan Hidup mencatat 24 Pembangkit Listrik Tenaga Uap Batubara (PLTU-B) belum memiliki Amdal dan IL dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan meski Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral sudah memberikan Izin Usaha Pembangkit Tenaga Listrik Sementara (IUPTLS).
Dwi Saung, Maneger Advokasi Energi dan Urban Walhi mengatakan 24 PLTU-B tersebut menggunakan skema pendanaan Independent Power Purchaser yang tersebar di 13 provinsi di Indonesia. Terdapat 7 PLTU B yang dengan kapasitas melebihi 100 MW.
“Perizinan ini perlu dipantau oleh lembaga terkait agar dapat mereposn dan mengambil langkah hukum dan tidak ada kerusakan lingkungan,” katanya, akhir pekan lalu di Jakarta.
Dwi mengatakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan perlu melakukan supervise dan pembinaan teknis yang lebih ketat terhdap pemerintah daerah di wilayah masing-masing pembangunan PLTU-B.
Pembangkit listrik tersebut terletak di 13 provinsi antara lain di Sumatra Utara, Kepulauan Riau, Bengkulu, Sumatra Selatan, Lampung, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Bata, Papua, Papua Barat dan Banten.
Pemberian izin IPLTS Dan Amdal dinilai perlu bersifat transparan dalam mempublikasikan tahapan-tahapan perizinan PLTU-B. Dwi mengatakan ada beberapa kelemahan substansif pada Amdal yang mendasar seperti mengabaikan dampak hipotik yang tidak lengkap, emisi carbon yang tidak diperhitungkan, mengabaikan pengelolaan lingkungan dan tidak sesuai dengan keadaan atau tidak representatif.
Jika mengabaikan ini, kata Dwi, perusahaan pembangkit listrik bisa berkonflik dengan masyarakat tempatan yang juga akan menghambat pembangunan, nanti. Dia menjabarkan beberapa permasalahan yang muncul dari pembangunan PLTU yang berkonflik dengan warga tempatan.
Pertama di PLTU Batang. Surat Keputusan pembebesan lahan digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) hingga ke Mahkamah Agung. Hingga kini, 52 kepala keluarga masih menolak ganti rugi.
Kedua di PLTU Cirebon. Izin lingkungan juga digugat ke PTUN setempat karena proses perizinan lingkungan dan Amdal tidak melibatkan masyrakat. Ketiga, PLTU Celukan Bawang. Hal ini juga bersengkata dengan masyarakat karena masyarakat tempatan direlokasi dan dibangun Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT).
“Permaslahan ini harus diantisipasi pemerintah agar tidak terjadi konflik dengan masyarakat dan pembangunan berjalan dengan lancar,” katanya.
Tabel IUPTLS yang belum memiliki Amdal:
- PLTU Kuala Tanjung, kapasitas 2x125 MW, Sumatra Utara
- PLTU Nias, kapasitas 3x7 MW, Sumatra Utara
- PLTU Tanjung Balai Karimun, kapasitas 2x7 MW, Kepulauan Riau
- PLTU Bengkulu, apasitas 2x100 MW, Bengkulu
- PLTU-MT Sumsel 8, kapasitas 2x620,4 MW, Sumatra Selatan
- PLTU-MT Sumsel 7, kapasitas 2x135 MW, Sumatra Selatan
- PLTU Sumsel 1, kapasitas 2x300 MW, Sumatra Selatan
- PLTU MT Musi Banyuasin, kapasitas 2x125 MW, Sumatra Selatan
- PLTU Kalianda, kapasitas 2x6 MW, Lampung
- PLTU Pontianak, kapasitas 1/50 MW, Kalimantan Barat
- PLTU Kalbar-1, kapasitas 2x100 MW, Kalimantan Barat
- PLTU-MT Samboja, kapasitas 2x27,5 MW, Kalimantan Timur
- PLTU Kaltim-2, kapasitas 2x100 MW, Kalimantan Timur
- PLTU Kaltim 4, kapasitas 2x100 MW, Kalimantan Timur
- Pltu Sulawesi Utara, kapasitas 2x25 MW, Sulawesi Utara
- PLTU Subagut, kapasitas 2x50 MW, Sulawesi Utara
- PLTU Gorontalo, kapasitas 2x7 MW, Gorontalo
- PLTU Mamuju, kapasitas 2x25 MW, Sulawesi Barat
- PLTU Jayapura, kapasitas 2x15 MW, Papua
- PLTU Biak, kapasitas 2x7 MW, Papua
- PLTU Nabire, kapasitas 2x7 MW, Papua
- PLTU Manokwarni, kapasitas 2x7 MW, Papua Barat
- PLTU Sorong, kapasitas 2x15 MW, Papua Barat
- PLTU Jawa 7, kapasitas 2x1000 MW, Banten
Sumber: Wahana Lingkungan Hidup