Bisnis.com, JAKARTA- Pemerintah akan melakukan kunjungan ke Sri Lanka guna menindaklanjuti rencana preferential trade agreement (PTA) antarnegara untuk menurunkan sejumlah tarif masuk barang.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan dirinya bersama dengan Menteri Bidang Perekonomian dan Menteri Perdagangan akan melakukan kunjungan sekitar April atau Mei 2017. Nantinya, kedua negara akan membahas isu hambatan tarif dan nontarif sejumlah barang.
"Ada baiknya kedua negara mulai duduk bersama untuk membicarakan masalah tarif sejumlah barang yang kita maupun mereka [Sri Lanka] usulkan," kata Retno di Kompleks Istana Kepresidenan.
Dia menambahkan barang (goods) yang akan dimasukkan dalam kesepakatan seputar komoditas, produk manufaktur, hingga otomotif.
Pihaknya menuturkan Sri Lanka merupakan pasar yang belum digarap secara optimal. Menurutnya volume perdagangan Tanah Air dinilai cukup bagus jika melihat jumlah penduduk Sri Lanka yang hanya 21 juta jiwa.
Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, total pengapalan Indonesia dengan Sri Lanka mencapai US$306,53 juta pada 2016. Adapun, Indonesia juga masih mencatatkan surplus neraca perdagangan sebesar US$217,95 juta.
Namun, total perdagangan tersebut ternyata justru menurun 19,92% dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar US$382,77 juta. Angka surplus tersebut juga mengalami penurunan sebesar 27,41% pada 2015 yang mampu mencatatkan nominal US$300,2 juta.
Retno juga berpendapat Indonesia bisa menjadi mitra ekonomi pembangunan Sri Lanka yang saat ini sedang mencoba merintis sektor pariwisata. "Pariwisata ini butuh hotel, furnitur, dan barang pendukung lain, kita siap menjadi partner."
Rencana kerja sama perdagangan tersebut muncul setelah Presiden Sri Lanka Maithripala Sirisena menemui Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka.