Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PEMBANGKIT LISTRIK: PLTS Hanya Untuk Gantikan PLTD

BISNIS.COM, JAKARTA--PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) hanya dapat membeli listrik dari tenaga surya di wilayah yang menggunakan pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) yang menggunakan bahan bakar solar.

BISNIS.COM, JAKARTA--PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) hanya dapat membeli listrik dari tenaga surya di wilayah yang menggunakan pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) yang menggunakan bahan bakar solar.

Mochammad Sofyan, Kepala Divisi Energi Terbarukan PLN mengatakan dengan feed in tariff listrik dari energi surya yang sebesar US$0,25 per kilowatt hour (kWh), PLN hanya akan membeli listrik dari pembangkit di wilayah yang memiliki PLTD. Pasalnya, harga listrik tersebut hanya lebih murah dibandingkan dengan harga listrik dari PLTD yang sebesar US$0,35-US$0,4 per kWh.

“Feed in tariff kan penugasan untuk PLN, jadi harus diikuti. Akan tetapi, kalaupun tarif listrik dari energi surya sebesar US$0,25 per kWh, maka yang masuk kuota tahap I adalah daerah yang telah memiliki PLTD, sehingga tetap lebih murah,” katanya di Jakarta, Kamis (7/3/2013).

Sofyan mengungkapkan, nantinya PLN juga tidak akan langsung menggantikan sepenuhnya PLTD yang telah ada dengan PLTS. PLTD itu tetap akan disiapkan sebagai pembangkit cadangan untuk memastikan pasokan listrik di wilayah tersebut, atau digunakan secara bersamaan dengan sistem tertentu.

Hingga saat ini, kontrak perjanjian jual beli tenaga listrik (power purchase agreement/PPA) masih untuk jangka waktu 20 tahun. Pasalnya, umur PLTS hanya sekitar 20 tahun, sehingga akan terjadi penyusutan harga jika nantinya PPA dari pembangkit itu akan diperpanjang.

Menurutnya, keandalan listrik dari PLTS juga akan tergantung dengan grid PLN, sehingga pembangunan PLTS harus di lokasi yang berdekatan dengan transmisi milik PLN. “Kalau dekat dengan transmisi kami, nanti tinggal dicantolkan saja di grid yang stabil,” jelasnya.

Selain itu, PLN juga akan memilih dengan ketat pengembang pembangkit listrik swasta (independent power producer/IPP) yang baik untuk PLTS itu. Nantinya, IPP yang lolos persyaratan kualifikasi akan mendapatkan petunjuk pelaksanaan pengembangan PLTS dari Kementerian ESDM, sehingga dapat memastikan kualitasnya.

Rida Mulyana, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM mengatakan feed in tariff US$0,25 per kWh adalah batas maksimal harga beli oleh PLN dalam lelang. Harga tersebut masih bisa lebih rendah jika pihak IPP dan PLN telah menyepakatinya.

Rida mengungkapkan tarif ini akan berlaku tetap untuk masa kontrak 20 tahun setelah perjanjian jual beli listrik. Setelah 20 tahun, harga akan diturunkan secara bertahap dan disesuaikan dengan internal rate of return (IRR)-nya.

Kementerian ESDM pun akan segera menerbitkan aturan yang memuat feed in tariff listrik dari energi surya . Dengan begitu, tarif yang telah disepakati di tingkat Kementerian Koordinator Perekonomian itu dapat segera dilaksanakan oleh PLN.

Rida pun berharap dengan feed in tariff sebesar itu diharapkan dapat merangsang pihak swasta untuk mengembangkan panel surya di Tanah Air. Pasalnya, hingga kini teknologi pembangkit listrik tenaga surya masih relatif mahal.

Karena mahalnya teknologi surya itu juga lah Kementerian ESDM hanya menggunakan panel surya tanpa batere, sehingga hanya bisa memasok listrik pada siang hari.

“Panel surya yang kami gunakan nantinya tanpa batere, karena harganya mahal dan batas usia pemakaiannya hanya 3 tahun. Selain itu, panel suryanya juga tidak menggunakan pendeteksi surya seperti di China dan Eropa, jadi tidak dapat bergerak,” jelasnya.

Awalnya, lanjut Rida, Kementerian ESDM tidak ingin menyamakan feed in tariff listrik dari tenaga surya di seluruh Tanah Air. Sebab, setiap daerah memiliki karakteristik cadangan surya yang berbeda, seperti geografis, kelembaban dan bentuk awan.

Akan tetapi, kategorisasi tersebut dianggap kurang ilmiah dan berpotensi memperumit iklim investasi tenaga surya, pihaknya akhirnya mengusulkan penyamaan feed in tarif itu. (bas)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Lili Sunardi
Editor : Others
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper