Bisnis.com, JAKARTA - Wakil Presiden Jusuf Kalla mengharapkan polemik antara pemerintah dan PT Freeport Indonesia (PTFI) tidak sampai dibawa ke meja Arbitrase.
Wapres mengatakan, pemerintah masih mengutamakan penyelesaian dengan cara perundingan. Dia mengatakan pemerintah tidak ingin iklim investasi di Indonesia terganggu dengan persoalan ini.
"Itu adalah hal yang biasa bisa terjadi. Tapi kita mengutamakan perundingan," katanya, Kamis (23/2/2017).
Kalla menegaskan, bahwa PTFI harus menyesuaikan dua kepentingan, yaitu kepentingan nasional bahwa seluruh sumber daya alam yang dimiliki Indonesia harus menguntungkan bangsa dan kepentingan investasi di Tanah Air agar tetap menarik.
Video Berita: Penerimaan Negara Tak Terganggu Keputusan Freeport
"Oleh karena itu di Indonesia tidak semena-mena, semuanya harus berdasarkan Undang-Undang. Kita harapkan nanti perundingan yang berlanjut," katanya.
Dikatakan, bahwa perundingan terkait Freeport sebetulnya sudah dimulai sejak awal pemerintahan Jokowi-JK, yakni pada masa Menteri ESDM Sudirman Said
"Ya, kita jangan lupa tahun 2015 sudah ada perundingan waktu jamannya Sudirman. Dari 6 soal, sudah 4 sudah selesai. Sisa soal bagaimana melanjutkannya," ujarnya.
"Kemarin saya sudah bicara dengan Presiden, dengan [Menteri ESDM] Jonan kemudian tadi bicara dengan pak [Menko Kemaritiman] Luhut agar ini diatur perundingan yang baiklah. Saya sudah bicara dengan jonan agar diatur secara bisnisnya."
Sebelumnya, Kementerian ESDM menerbitkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 6 Tahun 2017, yang merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017. Dalam beleid itu, disebutkan bahwa izin ekspor konsentrat akan dibuka jika status izin usaha Kontrak Karya (KK) berubah menjadi IUPK.
PTFI sempat mengajukan penggantian izin usaha menjadi IUPK agar bisa melakukan ekspor. Namun, PTFI menginginkan kebijakan perpajakan yang sama dalam KK atau bersifat naildown, berbeda dengan aturan pemerintah yang sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku atau prevailing. Selain itu, keharusan melakukan divestasi saham 51% juga jadi persoalan.
Belum ada hasil perihal negosiasi membuat PTFI tidak bisa melakukan ekspor, sehingga pengolahan dihentikan sejak 10 Februari 2017 dan ribuan tenaga kerja terancam dirumahkan.