Bisnis.com, JAKARTA – Wakil Presiden Jusuf Kalla menyatakan keran impor gas industri bakal dibuka bagi pelaku industri yang kebutuhan gasnya tidak bisa dipenuhi oleh produsen domestik.
“Kita kalau izinkan impor,untuk pemakaian yang tidak bisa dipenuhi dari dalam negeri,” katanya di Istana Wakil Presiden, Jumat (27/1/2017).
Saat ini, JK mengatakan harga gas dalam negeri dipatok fixed price, sementara harga gas dari luar negeri mengikuti pergerakan harga di pasar.
Dia menjelaskan bahwa harga gas sangat bergantung dengan harga minyak. Pada tahun lalu, harga minyak berada di level rendah, sehingga membuat harga gas dari luar negeri juga dihargai rendah.
Berbeda dengan kondisi pasar domestik yang menggunakan kontrak jangka panjang, sehingga harga gas berada di level yang lebih tinggi daripada harga pas di luar negeri saat itu.
Namun, Kalla mewaspadai pergerakan harga minyak dunia pada tahun ini.
“Tapi nanti kalau harga minyak naik, harga LNG juga naik, sedangkan kita harga fixed ini tidak naik. Jadi luar negeri bisa mahal,” ujarnya.
Dia melanjutkan, “Jadi ini tergantung. Jadi, antara murah atau tidak murah ini tergantung keadaan.”
Sebelumnya, dalam rapat terbatas Selasa, (24/1/2017), Presiden Joko Widodo menyetujui dilakukannya impor gas secara langsung tanpa perantara.
Mekanisme lebih rinci perihal sektor industri yang diperbolehkan mengimpor akan dirumuskan oleh Menteri ESDM dalam waktu dekat.
Beberapa negara sudah menawarkan gas kepada Indonesia dengan harga sangat rendah, seperti Arab Saudi, Iran, dan Qatar. Saat ini harga gas di Timur Tengah turun cukup dalam.
Rata-rata harga gas di Timur Tengah sebesar US$3/MMBtu hingga US$3,5/MMBtu, ditambah dengan ongkos tranportasi dan lain-lain maka rata-rata harga jual gas mencapai US$4,5/MMBtu.
Harga ini lebih rendah dari harga gas industri di plant gate maksimal US$6/MMBtu yang digariskan pemerintah.