Bisnis.com, JAKARTA- Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan berharap pemerintah daerah turut mengambil peran dalam memberantas produksi dan peredaran rokok ilegal yang berpotensi merugikan negara.
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi mengungkapkan pihaknya sejauh ini telah menerapkan strategi pengecekan mesin pelinting rokok pada produsen hasil tembakau tersebut.
Strategi ini, menurutnya, telah dikomunikasikan juga dengan Kementerian Perindustrian.
“Setiap mesin pelinting itu harus teregistrasi di Kementerian Perindustrian. Kalau ditemukan tidak teregistrasi maka mesin itu akan disita dan produsennya akan dikenai sanksi pula,” ujarnya, Rabu (25/1/2017).
Sejauh ini dia telah memerintahkan kepada seluruh jajaran Direktorat Bea dan Cukai (DJBC) khususnya di kantor wilayah, perwakilan maupun pelayanan untuk mengkomunikasikan strategi tersebut kepada pemerintah daerah setempat, khususnya dengan Dinas Perindustrian di daerah.
Pihaknya berharap, selain sanksi yang diberikan oleh DJBC, pemerintah daerah khususnya Dinas Perindustrian setempat juga memberikan sanksi administratif sehingga akan terjadi sanksi berlapis yang dianggap bisa memberikan efek jera.
Dia mengungkapkan, upaya ini bertujuan mempersempit ruang gerak pelaku produksi dan peredaran rokok ilegal yang tidak bercukai atau menggunakan cukai palsu.
Dengan semakin menyempitnya peredaran rokok ilegal, menurutnya, bisa memberikan porsi yang lebih besar bagi industri legal yang selama ini patuh membayar cukai kepada pemerintah.
Berdasrkan data yang dihimpun DJBC, setiap tahun, pemberantasan barang kena cukai (BKC) dalam hal ini miras dan rokok ilegal semakin meningkat secara signifikan. Jumlah penindakan Bea Cukai secara nasional sepanjang 2016 sebanyak 1.205 kali penindakan miras ilegal dan 2.248 kali penindakan rokok ilegal.
Jumlah ini meningkat dari tahun sebelumnya, dimana pada 2015 Bea Cukai menindak 967 kasus miras ilegal dan 1.232 kasus rokok ilegal.
Atas penindakan rokok dan miras ini, Bea Cukai juga turut berhasil menjalankan fungsi sosial di masyarakat. Keberhasilan seluruh tangkapan ini juga tak lepas dari kerja sama yang baik antara Bea Cukai, BNN, Polri, TNI, Kejaksaan serta kementerian dan instansi terkait lainnya.
“Sepanjang 2016, Bea Cukai telah melakukan penindakan terhadap 1.350 kasus hasil tembakau ilegal. Ini termasuk penindakan hasil tembakau asal impor. Sebanyak 156,2 juta batang berhasil diamankan oleh Bea Cukai. Nilai barang hasil penindakan tersebut sebesar Rp116,2 miliar,” ujar Heru.
Dia mengatakan jumlah penindakan sepanjang tahun ini merupakan yang paling tinggi jika dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, yakni sejak 2013 hingga 2015. Pada 2013 terdapat penindakan sebanyak 635 kasus dengan jumlah barang sitaan sebanyak 94,1 juta batang yang nilainya mencapai lebih dari Rp52 miliar.
Setahun berikutnya, DJBC mencatat ada 901 kasus dengan jumlah barang penindakan sebanyak 120 juta batang yang bernilai Rp118,56 miliar. Sementara itu pada 2015 terdapat peningkatan penindakan cukup signifikan, sebanyak 1.232 telah berhasil ditangani Bea Cukai, sebanyak 89,6 juta batang bernilai Rp90,68 miliar berhasil diamankan Bea Cukai.
Menurutnya, DJBC akan melakukan usaha yang lebih optimal, terutama yang berkaitan dengan pengawasan produksi dan peredaran rokok ilegal.
Oleh karena itu, pihaknya mengharapkan dukungan semua pihak, khususnya dari aparat penegak hukum dan masyarakat guna memastikan bahwa kebijakan yang telah diambil oleh pemerintah dapat berjalan efektif dan sesuai dengan yang diharapkan.
Ismanu Ketua Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Kretek Indonesia (GAPPRI), mengatakan bahwa GAPPRI mendukung law enforcement berupa upaya pemberantasan peredaran rokok ilegal.
“Kami berharap dengan terciptanya fair treatment bagi industri rokok yang telah mematuhi segala ketentuan dan membayar cukai sesuai kewajibannya, rokok ilegal akan semakin berkurang, dan diharapkan pasar akan diisi oleh industri rokok yang taat aturan,” ungkapnya.