Bisnis.com, JAKARTA -- Proyek Blok Masela bakal dijadikan pusat industri petrokimia setelah rencana di Teluk Bintuni.
Nantinya, akan dibangun pabrik methanol to olefin berbasis gas dengan total nilai investasi sebesar US$3,9 miliar.
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan proyek ini diharapkan mampu menyerap sekitar 39.000 tenaga kerja langsung dan sebanyak 370.000 tenaga kerja tidak langsung.
“Di tingkat nasional, pengoperasian industri petrokimia di Blok Masela akan memberi nilai tambah sebesar US$2 miliar dan mampu mengurangi angka impor hingga US$1,4 miliar dari substitusi komoditas turunan gas alam dan metanol. Angka tersebut tidak termasuk pendapatan dari pajak yang dapat mencapai sekitar US$250 juta,” paparnya, Minggu (22/1/2017).
Airlangga menambahkan, pengoperasian pabrik akan dapat menumbuhkan perekonomian di wilayah tersebut mencapai 10 kali lipat dengan penambahan pendapatan asli daerah (PAD) sebesar US$31 juta.
“Sehingga, utilisasi ladang gas Masela untuk pengembangan industri petrokimia sangat strategis dalam pengembangan industri dan perekonomian di wilayah timur Indonesia,” tuturnya.
Dirjen Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka (IKTA) Kemenperin Achmad Sigit Dwiwahjono mengatakan, investasi di sektor hulu petrokimia hampir tidak ada selama lebih dari 15 tahun ini, sehingga perlu untuk memacu pembangunan kembali sektor strategis tersebut.
“Murahnya harga gas untuk sektor ini merupakan kunci agar investor mau berinvestasi di industri hulu petrokimia,” jelasnya.
Sigit berharap, penurunan harga gas diikuti dengan upaya industri melakukan revitalisasi untuk peningkatan kapasitas. “Harga gas yang bersaing nantinya dapat mendorong perusahaan yang saat ini berhenti produksi untuk beraktivitas lagi serta mengembalikan kapasitas industri yang produksinya turun saat ini,” ujarnya.
Sigit juga menegaskan, harga gas yang kompetitif bagi industri akan mendorong pengembangan wilayah dan menjadi instrumen pemerataan ekonomi.
Hal ini sesuai arahan Presiden Joko Widodo untuk meningkatkan peringkat kemudahan berbisnis di Indonesia atau ease of doing business menjadi di kisaran peringkat 40 dari peringkat 109 saat ini.
Untuk mencapai target tersebut, lanjutnya, salah satu yang harus dilakukan adalah melalui penyediaan listrik dan gas.