Bisnis.com, JAKARTA - Pelaku usaha pengalengan ikan di Bitung, Sulawesi Utara, mendesak pemerintah segera mencari jalan keluar atas kesulitan bahan baku yang kian parah sejak 2014.
Asosiasi Pengalengan Ikan (Apiki) Sulawesi Utara melaporkan tiga dari tujuh pabrik pengalengan ikan di Kota Cakalang berkapasitas produksi total 250 ton per hari akan bangkrut awal tahun ini karena kelangkaan bahan baku yang terus mendera.
Ketua Apiki Sulut Basmi Said mengatakan 800 dari 1.500 tenaga kerja pabrik pengalengan ikan di Bitung terancam menganggur jika ketiga pabrik itu tutup.
"Besar harapan kami agar kementerian terkait memberikan solusi dan jalan keluar dari krisis berkepanjangan yang dialami industri perikanan," katanya dalam surat yang disampaikan Apiki Sulut kepada 25 instansi pemerintah, termasuk 17 kementerian di dalamnya, Kamis (12/1/2017).
Di antara 17 kementerian itu, terdapat Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, dan Kemenko Maritim.
Dalam surat tertanggal 4 Januari 2017 tentang permohonan tindak lanjut Inpres No 7/2016 tersebut, Basmi menyampaikan tujuh pabrik pengalengan ikan sesungguhnya membutuhkan bahan baku 640 ton per hari atau 230.400 ton per tahun sesuai kapasitas terpasang.
Sayangnya, pasokan selama ini tidak pernah cukup. Mengutip data Pelabuhan Perikanan Bitung, Basmi menyebutkan produksi tuna, cakalang, tongkol (TCT) setempat hanya 26.416 ton pada 2012, tahun berikutnya 63.680 ton, dan selanjutnya 93.577 ton pada 2014.
Pelabuhan setempat belum mengeluarkan data terbaru. Namun, produsen yang tergabung dalam Apiki terus kesulitan memperoleh bahan baku, lebih-lebih setelah izin penangkapan ikan dimoratorium akhir 2014 yang berbuntut pada pelarangan kapal asing dan kapal buatan luar negeri (eks asing) beroperasi.
"Kami sangat mendukung penuh atas moratorium yang diberlakukan KKP, namun yang sangat kami sayangkan adalah tidak adanya solusi dari pemerintah dalam mengatasi krisis bahan baku tersebut," ungkap Basmi.
Menurutnya, pascamoratorium, memang banyak nelayan pelagis kecil beroperasi, tetapi hasil tangkapannya tidak masuk kategori bahan baku ikan yang diterima oleh pabrik pengalengan ikan.
Nelayan juga banyak yang belum tersertifikasi atau belum terakreditasi sebagaimana syarat yang diberlakukan Uni Eropa dan Amerika Serikat, seperti Dolphin Safe Certificate.
Sebagai catatan, lanjut Basmi, industri perikanan menyumbang 50% ekonomi Kota Bitung. Selain itu pula, lebih dari separuh penduduk kota itu bekerja di bidang industri perikanan.