Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Tuna Indonesia (Astuin) berpendapat keberhasilan KKP menekan kasus penolakan ekspor hasil perikanan tidak absolute, karena tidak mencerminkan kondisi di seluruh negara tujuan ekspor.
Sekjen Astuin Hendra Sugandhi mengatakan, Amerika Serikat merupakan pasar ekspor hasil perikanan terbesar Indonesia. Namun, karena belum menjalin mutual recognition agreement (MRA), Negeri Paman Sam kerap luput dari perhatian.
"Harusnya semua refusal (penolakan) per total volume ekspor sehingga performance index-nya proporsional," katanya, Rabu (11/1/2017).
Astuin merekam 78 kasus penolakan produk perikanan Indonesia oleh AS yang 50 kasus di antaranya terjadi pada produk tuna. Pada kasus tuna, 94% penolakan terjadi karena alasan filthy (berbau, warna tak cerah), mengandung Salmonella 4%, serta filthy dan Salmonella 2%.
Sebelumnya, pemerintah mengumumkan 18 kasus penolakan ekspor hasil perikanan Indonesia oleh 38 negara mitra sepanjang 2016. Mitra itu merupakan negara yang telah meneken mutual recognition agreement (MRA) dengan Indonesia.
Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Kementerian Kelautan dan Perikanan mencatat penolakan terbanyak dilakukan oleh Rusia, yakni hingga empat kasus.
Penolakan lainnya dilakukan oleh Korea sebanyak tiga kasus; Belanda, Perancis, China, dan Kanada masing-masing dua kasus; Jerman, Spanyol, Italia masing-masing satu kasus. Di Norwegia dan Vietnam tidak terjadi satu kasus pun.
KKP mengklaim angka penolakan tertinggi yang hanya empat kasus menunjukkan keberhasilan pemerintah. Menurut indikator kinerja utama BKIPM, angka penolakan ekspor hasil perikanan per negara mitra harus di bawah 10 kasus.
Kepala Pusat Sertifikasi Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan BKIPM Widodo Sumiyanto menyampaikan, KKP tetap memantau perkembangan ekspor hasil perikanan ke AS meskipun Indonesia dan negara adidaya belum sepakat bertukar data karena keduanya belum terikat oleh MRA.
"Saya tetap memantau web Amerika. Kami bisa dapatkan di FDA-nya (US Food and Drug Administration). Pola kami jemput bola yang AS itu. Saya perintahkan kabid (kepala bidang) saya memantau setiap hari," jelasnya.
Pemerintah, lanjutnya, sebenarnya sudah meminta Washington untuk menjalin MRA. Namun, AS belum bersedia hingga kini.