Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pencapaian Kesepakatan Pengembangan Blok Masela Diragukan

Kesepakatan soal proyek pengembangan Lapangan Abadi, Blok Masela diragukan bisa dicapai saat pertemuan antara Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe dan Presiden Joko Widodo pada pekan depan.
Ilustrasi./Bisnis
Ilustrasi./Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA – Kesepakatan soal proyek pengembangan Lapangan Abadi, Blok Masela diragukan bisa dicapai saat pertemuan antara Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe dan Presiden Joko Widodo pada pekan depan.

Pasalnya, Inpex Corporation selaku operator blok migas di Kabupaten Maluku Barat Daya tersebut mengaku hingga kini masih melakukan negosiasi dengan Pemerintah Indonesia terkait sejumlah persoalan.

“Perusahaan masih melakukan negosiasi dengan Pemerintah Indonesia terkait proyek Lapangan Abadi. Negosiasi tersebut termasuk lokasi, kapasitas kilang gas alam cair darat dan perpanjangan kontrak bagi hasil,” kata CEO Inpex Corporation Toshiaki Kitamura di Tokyo, seperti dikutip dari Bloomberg, Jumat (6/1/2017).

Shinzo Abe dijadwalkan akan bertemu dengan Presiden Joko Widodo di Istana Bogor pada Minggu (15/1/2017) untuk membahas sejumlah kesepakatan. Selain Blok Masela, juga akan dibahas soal Pelabuhan Patimban dan proyek Kereta Medium Jakarta-Surabaya.

Seusai Sidang Kabinet Paripurna di Istana Bogor, Rabu (4/1/2017), Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan pihaknya melaporkan jika hasil kesepakatan pertemuan di Jepang, penggantian masa kontrak yang hilang disepakati 7 tahun.

“Di bidang energi sudah disepakati mengenai blok Masela yaitu kesepakatan hasil pertemuan di Jepang, 7 tahun [penggantian masa kontrak yang hilang],” katanya.

Selain itu, lanjutnya, kapasitas produksi kilang gas alam cair darat (onshore liquefied natural gas/OLNG) yang diusulkan sebesar 9,5 metrik ton per tahun (metric ton per annum/MTPA) diputuskan menjadi sebesar 7,5 MTPA ditambah dengan kapasitas pipa sebesar 474 juta kaki kubik per hari (million metric cubic feet per day/MMscfd).

Dengan kesepakatan itu, nilai investasi untuk blok Masela diperkirakan maksimum sebesar US$16 miliar. Bahkan, Luhut memperkirakan nilai investasi itu bisa kurang dari asumsi awal. “Paling tinggi US$16 miliar. Mungkin bisa kurang dari US$16 miliar.”

Sementara, untuk industri turunan, pihaknya menyiapkan agar industri petrokimia dan industri pupuk di lokasi itu yang diperkirakan akan menarik investasi sekitar US$9 miliar. Dengan demikian, proyek blok Masela dari hulu hingga hilir pada industri turunan akan menarik investasi sebanyak US$25 miliar.

Dengan adanya kesepakatan itu, dia memproyeksikan pre-FEED (front end engineering design/FEED) akan dimulai pada tahun ini dan akan diselesaikan pada 2017 hingga 2018. Harapannya, keputusan akhir investasi (final investment decision/FID) bisa dituntaskan pada 2019 sehingga operasi komersial paling lambat bisa dilakukan pada 2022.

Adapun, Inpex Masela Limited sebagai operator mengusulkan agar kapasitas produksi naik menjadi 9,5 mtpa dan masa operasi jadi 30 tahun dengan asumsi penambahan masa kontrak 20 tahun dan penggantian masa kontrak yang hilang karena digunakan untuk melakukan kajian kilang terapung gas alam cair (floating liquefied natural gas/FLNG) selama 10 tahun.

PENGEMBALIAN INVESTASI

Sebelumnya, Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar mengatakan dengan kondisi harga minyak saat ini, rasio pengembalian investasi (internal rate of return/IRR) proyek bisa menyentuh sekitar 12%. Dengan IRR 12%, katanya, proyek masih berjalan sesuai skala ekonomi dengan asumsi kapasitas produksi melebihi 7,5 juta ton per tahun dan masa operasi lebih dari 20 tahun.

Dia mengakui, hal tersebut memang di bawah usulan IRR operator yakni 15%. Wakil Menteri ESDM itu meminta agar operator mengirim surat kepada pemerintah. Dari surat tersebut, nantinya pemerintah akan merespons berupa poin kesepakatan terkait usulan fiskal yang diajukan.

“Sampai hari ini, saya belum terima. Mungkin ke menteri,” ujar Arcandra, Rabu (4/1/2017).

Menurutnya, dari aspek teknis, penambahan produksi dimungkinkan dan produksi ditambah kendati masa operasi setelah masa kontrak berakhir 2028. Produksi, katanya, masih bisa bertahan hingga 27 tahun berikutnya.

Meski begitu, Arcandra enggan menyebut lebih detail aspek mana saja yang mendukung penggantian masa kontrak yang hilang selama tujuh tahun. “Pertimbangan secara technical yang menurut kami, mereka berhak mendapat penggantian.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Lukas Hendra TM

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper