JAKARTA – PT Surveyor Indonesia, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di bidang jasa inspeksi dan konsultasi, ditunjuk oleh Kementerian ESDM cq Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi untuk melakukan monitoring dan evaluasi atas implementasi kebijakan mandatori pemanfaatan biodiesel di dalam negeri.
Direktur Utama PT Surveyor Indonesia, M. Arif Zainuddin menjelaskan monitoring dan evaluasi yang dilakukan perseroan akan berlangsung selama sembilan bulan sejak maret hingga desember 2016.
Monitoring oleh PT Surveyor Indonesia (PTSI) tersebut dimaksudkan agar pemanfaatan bahan bakar nabati biodiesel di seluruh Indonesia dapat tercapai sesuai yang ditargetkan yakni sebanyak 2,9 juta kiloliter (KL).
“Tujuan dari mekanisme monitoring dan evaluasi ini untuk memastikan implementasi kebijakan mandatori pemanfaatan biodiesel dapat berjalan sesuai dengan rencana,” ujarnya di Jakarta, Rabu (28/12/2016).
Untuk memenuhi target pemanfaatkan energi baru terbarukan sebanyak 2,9 juta kiloliter, pemerintah bekerja sama dengan 15 produsen biodiesel sebagai pemasok.
Dengan mendorong penggunaan energi baru terbarukan [EBT] berupa biodiesel, diharapkan tingkat konsumsi dan ketergantungan terhadap bahan bakar fosil berupa minyak bumi bisa semakin dikurangi.
Dalam menjalankan perannya, pada tahun ini PTSI telah melakukan monitoring secara komprehensif di 32 provinsi, mulai dari sentra produksi, pusat penyimpanan, distribusi, hingga proses penyalurannya ke konsumen akhir, terutama melalui SPBU.
Selain melakukan monitoring, PTSI juga melakukan pengawasan atas kuantitas biosolar pada sekitar 534 titik dan mengambil sampel kualitas biodiesel pada sebanyak 61 titik.
Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konversvasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Rida Mulyana mengakui pelaksanaan program mandatori tersebut menghadapi sejumlah tantangan baik dari aspek diversifikasi teknologi produksi biodiesel, metode handling, hingga sumber pendanaan.
“Oleh karena itu, untuk menyukseskan kebijakan ini, diperlukan sinergi semua pihak baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, para investor dan seluruh stakeholder terkait,” ujarnya dalam suatu kesempatan.
Dia memaparkan, melalui Kebijakan Energi Nasional, pemerintah berkomitmen pemanfaatan energi baru terbarukan bisa terus ditingkatkan hingga mencapai porsi 23% pada 2025, dari total konsumsi energi nasional.
Target ini diharapkan dapat dicapai lewat pemanfaatan biodiesel melalui peningkatan persentase pencampuran dari 15% (B15) pada 2015 menjadi 20% (B20) pada 2016, dan akan dinaikkan lagi menjadi 30% (B30) pada 2020.
Sejak pemerintah mencanangkan program mandatori pemanfaatan energi baru terbarukan pada 2006, konsumsi biodiesel di dalam negeri terus meningkat meski bergerak fluktuatif dan relatif lambat.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, pada 2013 penggunaan biodiesel tercatat sebesar 1,05 juta kiloliter dan meningkat menjadi 1,84 juta kiloliter pada 2014. Namun pada 2015, konsumsinya merosot tajam menjadi hanya 915.000 kiloliter.
Pemerintah berhasil meningkatkan konsumsi biodiesel sepanjang Januari-Oktober 2016 hingga mencapai 2,52 juta kiloliter atau melonjak hingga 276% dibandingkan dengan realisasi pada periode yang sama 2015, setelah dilakukan revisi sejumlah regulasi.
“Tantangan utama yang dihadapi adalah adanya disparitas harga yang cukup besar antara bahan bakar minyak jenis minyak solar dengan biodiesel akibat penurunan harga minyak dunia. Apalagi APBN tidak mengalokasikan dana subsidi biodiesel,” ujar Rida.
Hingga saat ini kapasitas terpasang pabrik biodiesel secara nasional tercatat 12 juta kiloliter yang dihasilkan oleh 22 perusahaan.