Bisnis.com, JAKARTA – Peserta program JHT di BPJS Ketengakerjaan berhak mendapatkan manfaat layanan tambahan berupa fasilitas pembiayaan perumahan pekerja setelah Kementerian Ketenagakerjaan menerbitkan Permenaker Nomor 35 tahun 2016 tentang Tata Cara Pemberian, Persyaratan, dan Jenis Manfaat Layanan Tambahan dalam Program Jaminan Hari Tua.
Beleid tersebut ditetapkan dan diundangkan pada 5 Desember lalu sebagai landasan pelaksanaan ketentuan dalam pasal 25 ayat 3 Peraturan Pemerintah nomor 46 tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Jaminan Hari Tua.
Sesuai peraturan tersebut, sesuai pasal 3 Pemenaker tersebut, dikatakan jenis manfaat layanan tambahan fasilitas pembiayaan perumahan yang dapat diberikan kepada peserta BPJS meliputi Pembiayaan Uang Muka Perumahan (PUMP), Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan Pembiayaan Renovasi Perumahan (PRP).
Secara umum, persyaratan untuk mendapatkan fasilitas tersebut yakni peserta harus aktif membayar iuran dan telah terdaftar minimal satu tahun sebagai peserta program JHT serta belum memiliki rumah sendiri.
Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia Timboel Siregar menyambut positif manfaat bagi perumahan pekerja yang didapatkan peserta BPJS.
“Kehadiran Permenaker No. 35 tahun 2016 ini sangat baik karena bisa mendukung pemenuhan kebutuhan pokok buruh untuk perumahannya dan bisa mendukung daya beli buruh,” katanya kepada Bisnis, Rabu (21/12/2016).
Dia menyebutkan Jamsostek pernah memberikan layanan tambahan untuk perumahan dalam bentuk PUMP, tetapi sejak bertransformasi menjadi BPJS Ketenagakerjaan, PUMP tersebut dihapuskan.
Penghapusan PUMP itu dinilai merugikan pekerja. Sebab perumahan pekerja masalah substansial. Banyak pekerja yang sudah bekerja lebih dari 10 tahun belum memiliki rumah, sementara biaya kontrak rumah bisa mencapai 25% dari upah buruh.
“Hal yang harus ditindaklanjuti dari Permenaker ini adalah perlu dilakukan sosialisasi agar buruh segera bisa mengakses layanan tambahan ini, bisa PUMP, KPR atau PRP,” tambahnya.
Selain itu, pemerintah juga dinilai perlu melakukan tindaklanjut agar peraturan baru tersebut tidak tumpang tindih dengan UU Tabungan Perumah Rakyat.
Timboel mengkritisi adanya potensi kendala bagi pekerja untuk mendapatkan ketiga bentuk layanan perumahan tersebut, yakni adanya klausul “memenuhi syarat dan ketentuan yang berlaku pada Bank dan OJK”.
“Saya khawatir dengan syarat ini, ketika pekerja punya masalah dengan kartu kreditnya misalnya macet atau adaya masalah kredit motor pada waktu yang lampau, pengajuan mereka berpotensi ditolak sebab track record-nya sudah terekam di bank. Pekerja juga tidak tahu kondisi apa saja yang disyaratkan OJK terkait hal ini.”