Bisnis.com, JAKARTA – Mantan Menteri Negara Lingkungan Hidup Sarwono Kusumaatmadja mengusulkan pelembagaan penegakan hukum untuk menangani perusahaan-perusahaan yang abai merestorasi lahan gambut.
“Kalau perlu seperti kopkamtib (komando operasi pemulihan keamanan dan ketertiban) gambut,” katanya dalam diskusi Simposium Lahan Gambut Internasional 2016 di Jakarta, Kamis (15/12/2016).
Sarwono menilai penegakan hukum sebagai komponen penting karena restorasi tidak hanya kewajiban pemerintah, tetapi juga perusahaan. Namun, bukan mustahil korporasi justru tidak menjalankan pemulihan gambut di area konsesinya.
Menanggapi hal ini, Kepala Badan Restorasi Gambut (BRG) Nazir Foead mengatakan, pemerintah sudah menyiapkan instrumen penegakan hukum bagi perusahaan yang mengabaikan restorasi. Apalagi, korporasi bertanggung jawab merehabilitasi 1,4 juta hektare (ha) lahan gambut rusak, sisanya seluas 1 juta ha menjadi tanggungan pemerintah.
“Akan ada sanksi administratif kalau pemilik lahan gagal menjalankan tanggung jawabnya,” ujarnya.
Sanksi administratif meliputi paksaan pemerintah, pembekuan izin lingkungan, hingga pencabutan izin lingkungan. BRG, tambah Nazir, akan memantau kemajuan restorasi lewat sensor-sensor yang dipasang di konsesi perusahaan perkebunan dan kehutanan.
Kewenangan sanksi itu akan berada di kementerian sektoral, bukan BRG. Menurut mantan bos WWF Indonesia ini, BRG memang didesain sebagai instansi ramping sehingga tidak perlu ada pelembagaan penegakan hukum.