Bisnis.com, JAKARTA--Pelaku usaha hulu minyak dan gas bumi menghormati rencana pemerintah untuk meningkatkan pantauan produksi dengan menambah pemasangan alat ukur atau flow meter di fasilitas produksi.
Direktur Eksekutif Indonesian Petroleum Association (IPA) Marjolijn Wajong mengatakan pihaknya menghormati keinginan pemerintah untuk memasang flow meter di seluruh wilayah kerja.
Selama ini, katanya, beberapa wilayah kerja telah memiliki unit flow meter yang bisa dipantau secara rutin.
Adapun, flow meter tersebut merupakan aset negara yang dioperasikan kontraktor, telah disertifikasi oleh Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi. Kemudian, kontraktor memiliki kewajiban melaporkan produksi kepada SKK Migas setiap bulannya.
"Flow meternya [sudah ada] di mana-mana, itu tercatat, disertifikasi oleh Migas," ujarnya di Jakarta, Rabu (30/11/2016).
Oleh karena itu, dia menghormati keinginan pemerintah untuk menambah flow meter guna mendapat gambaran aktual. Namun, penambahan unit flow meter membutuhkan peran pihak yang menganalisis setiap data yang terkumpul dari banyak wilayah kerja. Meski begitu, Marjolijn menyebut sulit untuk memastikan angka produksi sama dengan angka lifting.
Dalam perjalanan penghantaran minyak atau gas dari fasilitas produksi ke titik serah, terdapat faktor-faktor yang menyebabkan adanya selisih antara produksi dengan lifting. Dalam perjalanan penghantaran hasil produksi migas, dia menyebut bisa saja terjadi penguapan ataupun tekanan yang menyebabkan volume berkurang.
"Kami menghormati pemerintah. Kami, beberapa perusahaan sudah ada yang memasang. Yang pasti harus ada yang menganalisa dan merekonsiliasinya. Rekonsiliasi itu enggak gampang," katanya.
Sebelumnya, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar mengatakan pihaknya ingin mengetahui lebih pasti produksi tiap wilayah kerja dengan memasang alat ukur atau flow meter pada fasilitas produksi.
Menurutnya, perekaman data baru bisa dilihat pada titik serah yakni tempat hasil produksi siap jual dikumpulkan. Sementara, hingga kini, pihaknya belum mendapat gambaran secara aktual produksi di wilayah kerja yang beroperasi.
Sebagai prioritas, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) akan memasang dan mengoperasikan flow meter pada aset besar yang berkontribusi signifikan terhadap target lifting nasional.
Berdasarkan data realisasi lifting semester I/2016 dari SKK Migas, lifting nasional ditopang dari produksi sejumlah wilayah kerja seperti Blok Rokan (Chevron Pacific Indonesia) 256.400 barel per hari (bph), Blok Cepu (ExxonMobil Cepu Limited) 154.700 bph, Indonesia (PT Pertamina EP) 85.800 bph, Blok Mahakam (Total E&P Indonesie) 63.600 bph dan Blok Offshore North West Java (PT Pertamina Hulu Energi ONWJ Limited) 35.700 bph minyak. Sementara, untuk gas kontribusi lifting terbesar berasal dari kegiatan di Blok Mahakam (Total E&P Indonesie) 280.900 barel setara minyak per hari (barrel oil equivalent per day/boepd), Blok Berau, Muturi dan Wiriagar (BP Tangguh) 167.000 boepd, Blok Corridor (ConocoPhillips Grissik Limited) 146.800 boepd, Indonesia (PT Pertamina EP) 139.000 boepd dan Blok Senoro Toili (JOB Pertamina-Medco Tomori Sulawesi) 58.500 boepd.
"Semua blok nantinya [dipasang flow meter]. Prioritas KKKS (kontraktor kontrak kerja sama yang berproduksi) besar dulu," ujarnya di Jakarta, Selasa (29/11) malam.
Arcandra menilai perlu mengetahui pasti produksi blok migas secara aktual. Secara sederhana, sebelum diantar ke titik serah, minyak, misalnya, dipisahkan dulu dari kontaminasi gas, lumpur serta air. Setelah minyak diproses, katanya, belum tercatat berapa selisih volume minyak setelah dipisahkan dari zat-zat lain selama proses pengangkatan hingga ke titik serah.
Pasalnya, terdapat jarak yang cukup panjang dari fasilitas produksi ke titik serah.