Bisnis.com, JAKARTA – Presiden Joko Widodo mengkritik masih adanya bahan pangan strategis yang masih impor seperti jagung, kedelai, dan garam. Khusus untuk komoditas jagung, Presiden meminta mulai 2018 tidak ada lagi impor jagung.
Dalam sambutan Penyerahan Penghargaan Adhikarya Pangan Nusantara (APN) Tahun 2016 di Istana Negara, Presiden Joko Widodo mengatakan pihaknya merasa sedih ketika mendengar impor pangan seperti impor buah, beras, jagung, kedelai dan garam.
Presiden mengatakan laporan dari Menteri Pertanian Amran Sulaiman, untuk beras pada tahun ini sudah tidak impor, sedangkan impor jagung sudah anjlok 60% dari 3,2 juta ton. Oleh karena itu, Presiden berharap pada tahun depan atau 2018, komoditas jagung sudah tidak impor lagi.
“Pada 2018 sudah enggak impor jagung. Janji ini Pak Menteri dengan saya, saksinya Bapak Ibu semua. Tapi harus didukung Bapak Ibu semuanya juga,” katanya di Istana negara, Rabu (30/11/2016).
Menurutnya, persoalan menekan impor pangan tersebut kuncinya adalah ada tidaknya niat. Presiden mencontohkan keluhan petani di Magetan, Jawa Timur dan Dompu Nusa Tenggara Barat sama yakni rendahnya harga sehingga petani rugi jika menanam jagung.
Oleh karena itu, pemerintah mengupayakan dengan mematok harga Rp2.700 per kilogram dari sebelumnya Rp1.600 per kilogram. Jika harga dibawah Rp2.700 per kilogram maka akan dibeli oleh Perum Bulog.
“Digertak sekarang berapa harganya Pak Menteri, Rp3.100 per kilogram. Alhamdulillah semuanya semangat nanam jagung. Tapi jangan semuanya nanam jagung, nanti produksi meludak harga jatuh lagi. Ini nanti yang kendalikan Pak Menteri Pertanian,” kata Presiden.
Kepala Negara menilai tanah di Indonesia sangat mendukung untuk memproduksi bahan pangan sehingga bisa bersaing dengan negara lain.
Untuk itu, lanjutnya, diperlukan peran dari seluruh elemen mulai dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, Gubernur, bupati/walikota sampai ke tingkat kepala desa, peneliti dan penyuluh.
Petani, imbuhnya, harus bergerak bersama jangan sendiri-sendiri. Pihaknya pun telah memerintahkan ke Menteri Pertanian, Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat untuk bekerja bersama mulai tahun depan.
“Dua tahun ini fokus pada waduk-waduk, tahun depan mulai konsentrasi buat embung sebanyak-banyaknya, kantong air sebanyak-banyaknya. Gubernur punya uang ke situ semuanya, kuncinya memang di air. Di negara mana pun yang pertaniannya bagus, kita intip, tengok, ya air. Kalau airnya ada ya sepanjang tahun bisa berproduksi tidak hanya nunggu hujan saja. Kunci-kunci seperti itu yang harus kita kerjakan,” jelas Presiden.
Mantan Wali Kota Solo ini juga menilai jika Indonesia memiliki kesempatan sekali lagi untuk menjadi lumbung pangan dunia. Misalnya, Merauke yang memiliki lahan 4,2 juta hektare itu sangat bagus baik untuk menanam jagung, tebu, atau padi.
“Kalau ditanam padi saja, katakanlah 1 hektare bisa 5 ton-6 ton dikalikan saja, 6 kali 4 sudah 24 juta setahun sekali panen, karena air melimpah di sana bisa tiga kali panen hitung saja. 72 juta ton sama dengan produksi nasional kita hanya di satu kabupaten bayangkan. Tapi kita nggak fokus, nggak serius mengerjakan itu. Karena problem lapangan juga banyak. Inilah tantangan-tantangan yang kita hadapi yang harus kita selesaikan di lapangan,” jelasnya.
TUJUH KOMODITAS
Seusai acara, Amran menjelaskan tujuh komoditas yang dikejar agar tidak impor yakni padi, jagung, kedelai, bawang, cabai, gula, dan sagu. Masalah bawang, cabai dan beras, lanjutnya, sudah tidak impor.
“Jagung mudah-mudahan 2018 target bapak Presiden tidak impor lagi, kemudian gula dan sapi kita kejar,” katanya.
Dia mengungkapkan impor jagung saat ini telah turun 62%, karena produksi domestik jagung ARAM II kini sebanyak 23 juta ton atau meningkat 3 juta ton dari angka 19 juta ton. “Kebutuhan jagung kita 22-23 juta ton, tapi terkadang ada jagung yang ditebang sebelum panen, nah disitu persoalannya. [Ditebang] untuk pakan ternak, sayur dan seeterusnya.”
Amran menambahkan khusus untuk stok pangan, beras saat ini dalam posisi aman hingga Mei 2017, selain itu pada Maret akan ada panen raya. Hanya saja, perlu ada perlakuan khusus untuk komoditas cabai agar tidak terjadi lonjakan harga.
“Kecuali cabai, yang lainnya aman. Ini karena hujan, bukan karena produksi. Nggak bisa panen petani. Busuk cabainya,” ujarnya.