Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pungli di Tanjung Priok Diduga Kian Parah, ALFI: Seperti Ada Pembiaran!

Pungutan liar di pelabuhan Tanjung Priok yang berasal dari penanganan kargo impor berstatus di bawah satu kontainer alias less than container load (LCL) terindikasi semakin parah bahkan terus terjadi dan hingga kini lantaran belum ada satu instansi terkait pun di pelabuhan tersebut mengatasinya.
Foto udara kawasan Pelabuhan Tanjung Priok./Antara-Widodo S. Jusuf
Foto udara kawasan Pelabuhan Tanjung Priok./Antara-Widodo S. Jusuf

Bisnis.com, JAKARTA - Pungutan liar di pelabuhan Tanjung Priok yang berasal dari penanganan kargo impor berstatus di bawah satu kontainer alias less than container load (LCL) terindikasi semakin parah bahkan terus terjadi dan hingga kini lantaran belum ada satu instansi terkait pun di pelabuhan tersebut mengatasinya.

Ketua DPW Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) DKI Jakarta Widijanto mengatakan asosiasinya sangat prihatin dengan pembiaran atas kondisi pungli yang berasal dari layanan kargo impor LCL di pelabuhan Priok itu.

“Sudah sering kali kami utarakan dan sampaikan soal pungli kargo impor LCL itu tetapi tidak ada respons dari instansi terkait. Seharusnya Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok lebih peka atas kondisi ini,” ujarnya kepada Bisnis, Senin (21/11/2016).

Akibat tidak adanya respons serius dari instansi terkait dan manajemen Pelindo II Priok terhadap masalah ini, katanya, sampai sekarang ini ALFI DKI banyak menerima keluhan dan protes dari pemilik barang impor LCL yang merasa dikemplang oleh forwarder konsolidator di pelabuhan itu yang memungut tarif layanan kargo impor LCL di luar batas kewajaran.

“ALFI setuju ditertibkan saja, bila perlu jika ada anggota kami yang memungut tarif layanan kargo impor LCL di Priok yang tidak wajar silakan diberikan sanksi tegas oleh instansi berwenang,” tuturnya.

Widijanto menyampaikan hal tersebut sekaligus menegaskan komitmen ALFI dalam mendukung program pemerintah menekan biaya logistik serta memberantas pungutan liar di sektor jasa kepelabuhanan dan angkutan laut.

Dia mengatakan pemilik barang impor di Priok sering kali dikutip biaya-biaya tambahan seperti devaning atau pecah pos yang mencapai Rp2,13 juta/cbm, biaya lain-lain Rp2,8 juta per dokumen, serta administrasi delivery order (DO) Rp1,45 juta.

Selain itu, juga ada kutipan biaya overbrengen charges yang mencapai Rp300.000/m3, bahkan ada istilah biaya tuslah (toeslagh) yang mencapai Rp375.000 per dokumen, stiker Rp50.000, dan biaya surveyor berkisar Rp50.000/m3.

Padahal, komponen biaya LCL cargo impor yang sudah disepakati asosiasi penyedia dan pengguna jasa di pelabuba Priok pada 2010 untuk forwarder charges a.l. CFS charges, DO Charges, agency charges, dan administrasi.

Adapun biaya local charges untuk layanan LCL cargo impor hanya diberlakukan komponen tarif a.l: delivery, mekanis, cargo shifting, surveyor, penumpukan, administrasi, behandle dan surcharges.

“Ini [pungli] kan sudah enggak benar. Kalau mau usaha ya jangan begitu caranya. Ini namanya bikin biaya logistik tinggi dan masuk kategori pungli,” tandas Widijanto sambil menunjukkan bukti-bukti dokumen invoice layanan kargo impor LCL di Priok yang diadukan ke ALFI DKI Jakarta.

Dia mengatakan bahkan persoalan layanan kargo impor LCL tersebut sudah banyak yang dilaporkan langsung oleh pemilik barangnya ke Kementerian Perdagangan.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Akhmad Mabrori
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper