Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Hati-hati Terapkan Kebijakan Buruh Pelabuhan

Kementerian Perhubungan diharapkan berhati-hati dalam membuat kebijakan, terutama yang menyangkut buruh atau pekerja guna menjaga kegiatan usaha di pelabuhan tetap berjalan kondusif.

Bisnis.com, JAKARTA—Kementerian Perhubungan diharapkan berhati-hati dalam membuat kebijakan, terutama yang menyangkut buruh atau pekerja guna menjaga kegiatan usaha di pelabuhan tetap berjalan kondusif.
 
Direktur The National Maritime Institute (Namarin) Siswanto Rusdi mengatakan upaya pemerintah mendorong otomatisasi pelabuhan, atau menggunakan lebih banyak tenaga mesin dalam mendukung kegiatan kepelabuhan, sebenarnya cukup baik.
 
“Hanya saja, nasib buruh bagaimana. Nanti, siapa yang bayar buruh kalau jasanya enggak dipakai lagi? Oleh karena itu, saya harap kondisi buruh juga tetap diperhatikan pemerintah,” katanya di Jakarta, Senin (14/11).
 
Seperti diketahui, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi sebelumnya berencana menerbitkan beleid untuk menyesuaikan penggunaan jumlah pekerja dalam kegiatan bongkar muat di pelabuhan.
 
Dia berpendapat saat ini kegiatan bongkar muat di pelabuhan sudah banyak dilakukan dengan menggunakan bantuan mesin, sehingga kebutuhan tenaga pekerja untuk bongkar muat tersebut menjadi tidak banyak.
 
Meski begitu, beleid tersebut akan disesuaikan dengan ketersediaan alat bongkar muat di pelabuhan. Dengan beleid itu, pemerintah berharap daya saing pelabuhan di Indonesia dapat terdongkrak.
 
Siswanto mengusulkan agar pemerintah dapat mendorong perusahaan bongkar muat untuk menyerap para buruh, dan menjadikan mereka sebagai karyawan tetap. Dengan demikian, para pekerja dapat merasakan gaji tetap.
 
“Saya kira buruh-buruh ini bisa diambil oleh perusahan bongkar muat, sehingga buruh itu dapat gaji bulanan. Tidak seperti yang terjadi selama ini, di mana buruh itu masih di bawah koperasi atau yayasan,” ujarnya.
 
Siswanto menuturkan bahwa buruh atau biasa disebut dengan tenaga kerja bongkar muat (TKBM) sebenarnya saat ini masih dibutuhkan. Pasalnya, otomatisasi pelabuhan saat ini baru terlihat di pelabuhan-pelabuhan utama.
 
Sejalan dengan itu, dia juga menambahkan bahwa biaya yang dikeluarkan tanpa ada pelayanan juga tidak hanya terjadi pada kegiatan bongkar muat. Menurutnya, pelayanan jasa pandu seringkali tidak diterima operator pelayaran.
 
“Pelabuhan Sekupang misalnya, itu kan pelabuhan wajib pandu. Namun, infrastrukturnya belum ada, seperti kapal pandu dan kaptennya. Begitu juga dengan pelabuhan wajib pandu lainnya, terutama di wilayah timur,” tuturnya.
 
Siswanto berharap pemerintah dapat segera mengatasi persoalan di pelabuhan-pelabuhan wajib pandu tersebut, dan tidak melakukan pemungutan apabila pelayanan jasa pandu memang belum tersedia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper