Bisnis.com, JAKARTA - Gubernur Bank Indonesia Agus D.W Martowardojo masih meyakini inflasi tahun ini masih berada di kisaran 3,1%-3,2%. Volatilitas harga pangan masih menjadi pemicu laju inflasi di atas 3%. Pada pekan pertama November 2016, survei BI menunjukkan adanya inflasi sebesar 0,24%.
Harga bahan pangan seperti bawang merah dan cabai merah, terutama di luar Jawa, menjadi dorongan kelompok penyumbang inflasi.
Menurutnya, inflasi di bawah target itu dengan didukung defisit transaksi berjalan yang rendah bahkan bisa mencapai di bawah 2% pada kuartal III/2016, serta kurs yang stabil dan berdaya saing akan menjadikan bank sentral menerapkan kebijakan moneter yang bias longgar.
“Kita lakukan koordinasi. Kami akan jaga likuiditas di pasar sehingga terjaga. Ciri utamanya berkoordinasi dengan pemerintah sehingga tidak akan kemudian menimbulkan kondisi yang dikesankan bukan bias longgar,” ucapnya, Kamis (10/11/2016).
Sementara itu, pemerintah memperkirakan laju inflasi hingga akhir tahun berada di level 2,5%. Rendahnya laju inflasi itu dinilai ideal untuk dilanjutkan sehingga akan membantu penurunan tingkat suku bunga acuan.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan pemerintah berhasil mengendalikan administered prices (harga barang/jasa yang diatur pemerintah) karena imbas dari pelemahan harga komoditas di global. Namun, bahan makanan yang bergejolak (volatile food) masih belum terkendali.
Dia menuturkan tingkat inflasi yang hingga saat ini berada di level 2,11% (year-to-date) akan membawa potensi inflasi secara keseluruhan tahun di 2,5%. Dengan tingkat inflasi yang rendah, dia berpendapat ruang penurunan suku bunga acuan oleh bank sentral semakin terbuka untuk longgar paling sedikit 25 basis poin tiap penurunannya.
“Memang bagaimana membuat turunnya tingkat bunga referensi bagi Indonesia itu menjadi dasar di perbankan utk membentuk cost of fund. Itu adalah urusan sendiri. Dia enggak pernah otomatis, harusnya diusahakan, itu tugasnya Otoritas Jasa Keuangan,” katanya.