Bisnis.com, JAKARTA – Pembelian alat persenjataan impor diatur ketat agar bisa mendorong pengembangan industri pertahanan dalam negeri.
Ketua Bidang Alih Teknologi dan Ofset Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) Rachmad Lubis mengatakan pembelian alat persenjataan dari luar negeri harus memenuhi persyaratan imbal dagang, kandungan lokal dan ofset.
Indonesia harus mendapatkan imbal dagang, kandungan lokal, dan ofset paling sedikit 85% dari nilai pengadaan alat persenjataan impor.
Imbal dagang merupakan perjanjian agar negara penjual senjata berkomitmen membeli komoditas dengan nilai total yang setara dari Indonesia
Adapun ofset merupakan kompensasi dari negara penjual atau produsen misalnya dalam bentuk pembangunan industri MRO, produksi bersama, alih teknologi, hingga mengambil industri nasional sebagai salah satu rantai pasok global.
“Ini diatur oleh UU no. 16/2012 tentang Industri Pertahanan. Minimal 85%. Ofset ini untuk kepentingan nasional,” kata Rachmad, Kamis (10/11/2016).
Pemetaan Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KPIP) menunjukkan industri pertahanan dalam negeri sudah mampu memproduksi 40% dari 1.200 jenis kebutuhan alat persenjataan baru seperti produk pakaian anti peluru, pistol, hingga kapal tempur.
Produk yang belum bisa diproduksi di dalam negeri akan dipenuhi lewat penelitan & pengembangan nasional (13%), pengembangan bersama (10%), produksi patungan (10%), dan impor (27%).