Bisnis.com, JAKARTA – PT Synthetic Rubber Indonesia telah resmi mendapatkan tax holiday selama tujuh tahun per 26 September 2016 usai mengajukan sejak 2013.
Dengan begitu, pelaku usaha optimistis pengembangan bisnis petrokimia di dalam negeri akan semakin menguntungkan.
Berdasarkan PMK No 717/kmk.010/2016 tentang Pemberian Fasilitas dan Pengurangan Pajak Penghasilan Badan Kepada PT Synthetic Rubber Indonesia, perusahaan sah menerima libur pajak atau tax holida pada 26 September 2016.
Vice President Corporate Relations PT Chandra Asri Petrochemical Tbk. Suhat miyarso membenarkan, bahwa anak perusahaannya yang bergerak di bidang karet sintetis PT Synthetic Rubber Indonesia (SRI) mendapatkan tax holiday hingga tujuh tahun.
“Ya, sudah dapat 7 tahun [bebas pajak] plus 2 tahun masing-masing 50%,” ujarnya kepada Bisnis, Sabtu (22/10/2016).
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No 159/2015 tentang Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan, terbukti SRI sudah memenuhi syarat mengingat investasi yang ditanamkan cukup besar, yaitu US$435 juta atau setara Rp4,5 triliun.
Berdasarkan beleid tersebut, perusahaan yang termasuk dalam sembilan industri pionir seperti industri kimia dasar organik yang bersumber dari minyak bumi dan gas alam dengan nilai investasi minimal Rp1 triliun berhak dibebaskan pajak penghasilan paling lama 20 tahun dan paling singkat 5 tahun.
SRI merupakan perusahaan patungan bersama Michelin dengan kepemilikan saham 45% milik SRI dan sisanya milik Michelin. Hingga Juni 2016, pembangunan sudah mencapai 32%.
Nantinya, pabrik akan memproduksi Polybutadiene Rubber (PBR) dengan Neodymium Catalyst dan Solution Styrene Butadiene Rubber (SSBR) yang merupakan bahan baku ban ramah lingkungan.
Hasil produksi akan disalurkan untuk memenuhi pasar ekspor hingga 50% dan sisanya diutamakan untuk pasar domestik. Adapun kebutuhan tenaga kerja mencapai 180 orang.
Sebelumnya, Chandra Asri Petrochemical terus mendesak pemerintah untuk memberikan tax holiday hingga 10 tahun. Pasalnya, industri petrokimia dalam tiga tahun pertama biasanya akan merugi sehingga tidak dibebani pajak.
Sekjen Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia (Inaplas) Fajar Budiyono mengatakan kebutuhan karet sintetis akan semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan industri otomotif.
Dia meyakini dengan pembangunan pabrik tersebut, produk Chandra Asri Petrochemical akan semakin terintegrasi sehingga makin menguntungkan karena tidak ada produk sampingan yang terbuang.
“Industri ban pasarnya masih terbuka lebar, apalagi standar nasional Indonesia [SNI] ban Indonesia terbaik sedunia. Kebutuhannya kira-kira 250.000 ton. Sebelumnya Gajah Tunggal juga sudah buat pabrik [karet sintetis] tapi habis untuk dipakai sendiri,” ujarnya.
Menurutnya, saat ini 60% karet sintetis di dalam negeri masih dipenuhi oleh barang impor sehingga itu merupakan momentum bagi industri nasional untuk merebut pasar.