Bisnis.com, JAKARTA - Indonesia memperoleh kuota penangkapan tuna sirip biru selatan di laut lepas hanya 5,8% dari total tangkapan yang diperbolehkan Komisi Konservasi Tuna Sirip Biru Selatan. Angka itu jauh di bawah anggota lain yang wilayah perairannya tidak seluas Indonesia.
Informasi yang dihimpun Asosiasi Tuna Indonesia (Astuin) dari Kementerian Perikanan Jepang menyebutkan kuota untuk Indonesia untuk periode 2018-2020 hanya 1.002 ton dari total tangkapan yang diperbolehkan 17.647 ton.
Data itu berdasarkan sidang tahunan ke-23 Commision for the Conservation of Southern Bluefin Tuna (CCSBT) yang digelar di Taiwan pekan lalu.
Kuota Indonesia di bawah jatah negara lain, seperti Jepang dan Australia yang masing-masing memperoleh 6.165 ton, Korea Selatan dan Taiwan masing-masing 1.240,5 ton, serta Selandia Baru 1.088 ton.
"Sebagai negara kepulauan terbesar dan bercita-cita menjadi poros maritim dunia, seharusnya kita mendapat alokasi jauh lebih besar," kata Sekjen Astuin Hendra Sugandhi kepada Bisnis di Jakarta pada Senin (17/10/2016).
Menurutnya, penetapan kuota itu bersandar pada data kapal Organisasi Pengelolaan Perikanan Regional (Regional Fisheries Management Organizations/RFMO) yang sudah usang.
Kapal penangkap ikan Indonesia aktif yang diizinkan CCSBT pada 2015 tercatat 111 unit dengan ukuran beragam 30-300 gross ton (GT).
"Data kapal Indonesia di RFMO out of date. Seharusnya ada sinkronisasi sehingga ada transparansi data yang akurat," ujar Hendra.
CCSBT merupakan organisasi antarpemerintah yang bertanggung jawab mengelola distribusi tuna sirip biru selatan. Tujuan RFMO adalah memastikan konservasi dan pemanfaaan optimal tuna sirip biru selatan melalui pengelolaan yang tepat.
Organisasi ini berdiri secara resmi pada Mei 1994, dilatarbelakangi oleh penangkapan secara masif tuna sirip biru selatan pada masa lalu dengan volume tangkapan 80.000 ton per tahun pada awal 1960-an. Penangkapan masif itu menekan jumlah ikan secara signifikan dan volume tangkapan per tahun pun anjlok.
Anggota CCSBT mencakup Australia, Uni Eropa, Taiwan, Indonesia, Jepang, Korsel, Selandia Baru, dan Afrika Selatan. Indonesia bergabung dengan RFMO pada April 2008. Adapun Filipina menjadi negara non-anggota yang ikut bekerja sama dalam organisasi itu.
Berikut kuota penangkapan tuna sirip biru selatan untuk setiap anggota CCSBT (ton):
Negara 2014 2015 2016-2017 2018-2020
Jepang 3.403 4.847 4.737 6.165
Australia 5.193 5.665 5.665 6.165
Korsel 1.045 1.140 1.140 1.240,5
Taiwan 1.045 1.140 1.140 1.240,5
Selandia Baru 918 1.000 1.000 1.088
Indonesia 750 750 750 1.002
Afrika Selatan 40 40 150 423
Uni Eropa 10 10 10 11
Sumber: Kementerian Perikanan Jepang, dikompilasi oleh Astuin, 2016