Bisnis.com, JAKARTA– Merespons rendahnya angka petani yang dapat telah melakukan peremajaan kebun (replanting) sawit sepanjang tahun ini, Kementerian Pertanian berharap pembentukan Komite Replanting dapat menjadi solusi lambatnya proses audit lahan petani.
Meski pemerintah telah membentuk Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS) dan dana yang terhimpun mencapai Rp13 trilun rupiah, penyaluran alokasi untuk replanting masih sangat rendah atau belum mencapai 10% dari target tahun ini sebesar 100.000 hektare.
BPDPKS sebelumnya menyebut rendahnya angka replanting dikarenakan proses audit lahan petani yang ternyata amat membutuhkan waktu. Kebanyakan petani sawit belum memiliki sertifikat lahan kebunnya, atau menggunakan sertifikat lahan milik petani lain.
Dirjen Perkebunan Kementan Bambang mengatakan, dengan adanya Komite Replanting tersebut, seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) akan bahu-membahu melakukan proses audit lahan petani. Aturan BPDP-KS memang mengharuskan kejelasan legalitas lahan petani sebelum kebunnya direplanting.
“Komite Replanting itu nanti juga akan melibatkan BPDP-KS dan Kementerian Pertanian. Diharapkan proses verifikasi lahan bisa dipercepat,” ujar Bambang di Jakarta, Kamis (6/10/2016).
Dirut BPDP-KS Bayu Krisnamurthi sebelumnya menyampaikan proses verifikasi lahan memang merupakan ganjaan terbesar dalam menyalurkan dana untuk replanting. Selain itu, tanpa status lahan yang jelas, petani pun akan sulit memperoleh sertifikat Indonesia Sustainable Palm Oil System (ISPO).
“Kendala replanting itu karena kami harus memastikan betul lahan yang direplanting itu bukan merupakan lahan bermasalah. Sekarang yang sudah mengajukan cukup banyak tapi proses verifikasinya relatif lambat,” ujar Bayu awal pekan ini.